KPK Setop Kasus Korupsi Eks Bupati Kotim, Padahal Dulu Bilangnya Rugikan Negara Rp 5,8 T
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terkait dengan kasus korupsi proses pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap tiga perusahaan di Pemkab Kotawaringin Timur 2010-2012, dengan tersangka mantan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan bahwa penghentian kasus tersebut telah dilakukan sejak bulan Juli 2024.
"Ya satu lagi perkara atas nama tersangka SH sudah dikeluarkan Penghentian Penyidikannya oleh KPK berdasarkan keputusan pimpinan per bulan Juli," ujar Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu 14 Agustus 2024.
Tessa menjelaskan bahwa kasus tersebut disetop lantaran pembuktian kepada yang bersangkutan dianggap tidak cukup terkait perhitungan kerugian negaranya.
"Tidak cukup bukti terkait unsur kerugian negara," bebernya.
Setelah itu, kasusnya pun dihentikan oleh lembaga antirasuah.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi selaku tersangka korupsi proses pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap tiga perusahaan di Pemkab Kotawaringin Timur 2010-2012.
Tiga perusahaan itu adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining di Kotawaringin Timur periode 2010-2015. Kader PDIP itu diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 5,8 Triliun dan US$711 ribu.
"Tersangka SH selaku Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015 diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, di kantor KPK, Kuningan Persada Jakarta Selatan, Jumat, 1 Februari 2019.
Laode menjelaskan kerugian negara dihitung berdasar hasil produksi pertambangan Bauksit, serta kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Fajar Mentaya Abadi, PT BI Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining.
Selain itu, Supian diduga telah menerima barang mewah dan uang tunai. Supian setidaknya menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta dan mobil Hummer H3 senilai Rp1,35 miliar. "Selain itu, uang sebesar Rp 500 juta yang diduga diterima melalui pihak lain," kata Laode.
Ditambahkan Laode, setelah dilantik sebagai Bupati Kotawaringin Timur, Supian mengangkat teman-teman dekat yang juga tim suksesnya sebagai Direktur dan Direktur Utama pada PT Fajar Mentaya Abadi dan mendapat jatah saham masing-masing sebesar 5 persen.
Selanjutnya, pada Maret 2011, Supian menerbitkan Surat Keputusan IUP Operasi Produksi seluas 1.671 hektare kepada PT Fajar Mentaya Abadi yang berada di kawasan hutan. Padahal, Supian mengetahui PT Fajar Mentaya Abadi belum mengantongi sejumlah izin, seperti izin lingkungan atau analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan perizinan lainnya.
"Sejak November 2011, PT FMA (Fajar Mentaya Abadi) telah melakukan kegiatan operasi produksi pertambangan Bauksit dan melakukan ekspor ke China," kata Laode.
Pada akhir November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat kepada Supian untuk menghentikan seluruh kegiatan usaha pertambangan PT Fajar Mentaya Abadi. Namun, PT Fajar Mentaya Abadi tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014.
"Akibat perbuatan SH memberikan IUP atas nama PT FMA (Fajar Mentaya Abadi) tidak sesuai ketentuan, menurut ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian negara yang dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan hidup dan kerugian kehutanan," kata Laode
Sementara itu, terkait PT Billy Indonesia, Supian kabulkan permohonan PT Billy Indonesia pada tahun 2010 dengan memberikan SK IUP Eksplorasi kepada PT Billy Indonesia tanpa proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Tidak hanya itu, PT Billy tidak memiliki Kuasa Pertambangan sebelumnya.
Selain itu, Supian juga memberikan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Billy Indonesia meski tidak memiliki AMDAL. Berdasar izin yang diberikan Supian, PT Billy Indonesia melakukan ekspor Bauksit sejak Oktober 2013.
"Akibat perbuatan SH, PT BI telah melakukan kegiatan produksi yang menurut para ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian yang dihitung dari hasil produksi senilai setelah dikurangi royalti yang telah dibayarkan dan kerugian lingkungan," kata Laode.
Sedangkan PT Aries Iron Mining mendapat IUP Eksplorasi tanpa melalui proses lelang WIUP. Padahal PT Aries Iron Mining tidak memiliki Kuasa Pertambangan sebelumnya. "Akibat perbuatan SH, PT AIM melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan dan akibatnya menimbulkan kerugian lingkungan," ujarnya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Supian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.