Pakar Politik Sebut PBNU dan PKB Bisa Berdamai Jika Ada Peran Pihak Ketiga
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Konflik antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah menjadi perhatian utama dalam politik Indonesia. Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengungkapkan bahwa proses mencapai perdamaian dan persatuan antara PBNU dan PKB tidaklah mudah.
Terdapat tantangan dan hambatan yang membuat usaha untuk mendamaikan dan menyatukan keduanya menjadi kompleks dan memerlukan usaha ekstra.
“Saya melihat bahwa memang perdamaian, islah, persatuan, di antara mereka agak sulit dan agak berat, konfliknya kelihatan akan meluas,” kata Ujang dilansir dari Youtube TV One pada Senin (12/8/2024).
Lebih lanjut, Ujang menjelaskan ada kemungkinan bahwa konflik yang sedang dihadapi oleh PBNU dan PKB bisa diselesaikan. Entitas atau individu yang mampu menjadi pihak ketiga dan tidak terlibat langsung dalam konflik, memiliki peran dalam membantu menyelesaikannya. Pihak ketiga ini diharapkan memiliki kemampuan atau otoritas untuk mediasi dan rekonsiliasi.
Ujang menyatakan keyakinannya bahwa pihak ketiga yang paling efektif dan relevan untuk menyelesaikan konflik antara PBNU dan PKB adalah pemerintah. Ia percaya bahwa pemerintah memiliki kapasitas, wewenang, atau posisi yang tepat untuk memainkan peran sebagai mediator.
“Bisa terselesaikan persoalan itu jika ada pihak ketiga yang mampu mendamaikan. Siapa? Saya meyakini tidak lain dan tidak bukan adalah pemerintah,” lengkapnya.
Perseteruan PBNU dan PKB dimulai sejak pembentukan Panitia Khusus Haji (Pansus Haji) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengusut dugaan penyelewengan penyelenggaraan haji 2024 oleh Kementerian Agama.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang merupakan adik dari Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, menjadi sasaran utama kritik dari PKB. Akibatnya, konflik ini semakin memanas dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2024.
Konflik antara PBNU dan PKB tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga mempengaruhi masyarakat di daerah-daerah. Nahdliyin, komunitas yang dipimpin oleh PBNU, merasa bingung dan terganggu oleh perseteruan ini. Mereka khawatir bahwa konflik ini akan mempengaruhi stabilitas sosial dan keamanan di daerah mereka.
Saat ini, PKB tengah mempersiapkan Muktamar PKB yang akan digelar pada 24-25 Agustus 2024 di Bali. Ketua OC Muktamar PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyatakan bahwa agenda muktamar lebih fokus pada agenda-agenda politik ke depan dan pemilihan ketua umum, sehingga konflik dengan PBNU tidak akan dibahas dalam muktamar.
Akan tetapi, Sekjen PBNU, Gus Ipul, mengkritik keputusan PKB yang awalnya merencanakan muktamar di akhir tahun melalui musyawarah kerja nasional (mukernas), namun tiba-tiba memutuskan untuk mengadakan muktamar pada bulan Agustus.
Gus Ipul menilai perubahan jadwal yang mendadak tersebut mencurigakan dan menunjukkan adanya sesuatu yang disembunyikan. Oleh karena itu, konflik antara PKB dan PBNU terus memanas.