Satgas Bikin FGD Dapatkan Masukan Berbagai Pihak untuk Terbitkan Buku UU Cipta Kerja
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Berbagai pihak dari latar belakang yang berbeda-beda, dihadirkan oleh Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja. Mereka yang dimintai masukan adalah dari pakar, unsur pemerintah, pengusaha, UMKM, serikat pekerja hingga media.
Untuk itu, satgas menggelar serial FGD pertama. Ini dilakukan untuk penerbitan buku yang mengusung tema, "Tranformasi dan Reformasi Kebijakan Melalui UU Cipta Kerja"
Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta menjelaskan, dengan keberadaan buku ini nantinya aka nada penjelasan latar belakang yang menjadi dasar UU ini dibuat. UU Cipta Kerja, lanjutnya, ingin melakukan perombakan structural. Dengan begitu, tercipta birokrasi baru khususnya dalam hal pelayanan, perizinan, sekaligus kesetaraan akses bagi pelaku usaha kecil menengah termasuk mikro.
“Itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari batang tubuh UUCK Pasal 2 yaitu asas pemerataan hak selain ada aspek kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan dalam rangka mendorong kemandirian perekonomian nasional,” jelas Arif.
Dia mengingatkan arahan Presiden, bahwa perubahan yang diinginkan bukan saja regulasinya. Tetapi juga perilaku terutama pada tataran birokrasi.
“Sehingga nanti dalam buku terdapat before-after perubahan perilaku cara kerja baru antara pemerintah dengan masyarakat,” kata Arif.
Atas dasar itu, dia mendorong untuk sosialisasi lagi secara massif ke berbagai daerah. Dalam hal ini melalui satgas yang dibentuk, bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah. Tujuannya, reformasi kebijakan baru.
Sedangkan Ketua Pokja Strategi dan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Dimas Oky Nugroho menjelaskan, buku yang direncanakan ini akan menjadi rujukan sosialisasi. Terutama untuk kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, akademisi, masyarakat bisnis, UMKM dan publik secara luas.
“Walaupun di awal muncul kritik yang cukup keras dari masyarakat, tetapi pemerintah merespons dengan baik, sehingga ada prinsip meaningful participation berupa sosialisasi, diskusi, rapat koordinasi bahkan coaching clinic dengan masyarakat atau stakeholder terkait dan bersama K/L. Hal ini dapat dimasukkan dalam lini masa UU Cipta Kerja,” jelas Dimas.
Lanjut dia, sejak 2021 satgas telah malakukan berbagai kegiatan hingga 2024 ini. Baik itu workshop kemudahan perizinan berusaha, ketenagakerjaan, perikanan dan kelautan, dan sektor lainnya.
“Selain itu, kita selalu mengamplifikasi manfaat dan kisah sukses implementasi Undang-undang Cipta Kerja melalui media massa,” ujar Dimas.
Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi, Dendy Apriandi, menyoroti obesitas regulasi. Sebab banyak peraturan yang tumpang tindih. Ini yang menjadi alas an Presiden membuat UU Cipta Kerja menggunakan metode omnibus law, sehingga terjadi penyederhanaan dalam konteks birokrasi.
“Kita harus pastikan UU Cipta Kerja menjadi legacy yang baik karena tantangan dan usaha yang dilewati selama ini sangat luar biasa tidak mudah,” kata Dendy.
Pakar ketenagakerjaan, Prof Tadjuddin Noer Effendi menilai, sebenarnya untuk Indonesia bisa dibilang terlambat dalam perombakan-perombakan terkait kebijakan.
“Tetapi dengan adanya UU Cipta Kerja ini menjadi tonggak perombakan birokrasi, struktural, dan perombakan proses bisnis dan investasi. Hal baik ini perlu dicantumkan, sehingga masyarakat paham,” jelas Tadjuddin.
Selain itu, Content Manager Assistant Media Bisnis Indonesia, Wibi Pangestu melihat bahwa buku ini tetap perlu merangkum berbagai problematika perjalanan UU Cipta Kerja karena bagian dari demokrasi.
Focus Group Discussion dihadiri oleh Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Investasi/BKPM, Badan Keahlian DPR RI, Pakar Ketenagakerjaan, Peneliti Litbang Kompas, Media Bisnis Indonesia, serta Media Tribunnews.