Usai Meita Irianty Ditangkap, Dirjen HAM Minta Pemda Tingkatkan Pengawasan Operasional Daycare
- VIVA.co.id/Rinna Purnama (Depok)
Depk, VIVA – Penganiayaan Meita Irianty alias Tata terhadap dua anak di daycare menjadi peristiwa yang sangat menghebohkan publik. Peristiwa ini terjadi pada bulan Juli 2024, ketika Meita Irianty, pemilik Wensen School Indonesia, ditemukan melakukan tindakan kekerasan terhadap dua anak yang berusia di bawah lima tahun.
Tindakan kekerasan ini meliputi pukulan dan perlakuan yang tidak manusiawi lainnya, yang secara langsung mengancam keselamatan anak-anak tersebut. Padahal Meita selaku influencer parenting, sering membagikan tips mengasuh anak di media sosial.
Setelah dibawa Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok, Meita hanya tertunduk diam tak bergeming. Ia kemudian diamankan Satreskrim Polres Metro Depok pada Rabu, 31 Juli pukul 22.00 WIB.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham RI, Dhahana Putra, turut menyelidiki kasus kekerasan yang dilakukan oleh Meita, yang mana telah viral di internet. Ia mengungkapkan perlunya peningkatan pengawasan terhadap operasional daycare oleh pemerintah daerah (pemda).
“Kemarin Direktur Pelayanan Komunikasi HAM sudah berdialog dengan pihak Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), dan bagian hukum pemerintah Kota Depok. Kami melihat memang perlu ada pembenahan utamanya terkait dengan pengawasan operasional daycare, sehingga kasus serupa tidak terulang ke depan,” kata Dhahana dalam keterangan tertulis, Selasa (6/8/2024), dilansir dari Antara.
Dhahana menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) HAM menemukan bahwa dari 110 daycare yang beroperasi di Depok, hanya 12 yang memiliki izin resmi. Sementara itu, daycare Yayasan Wensen School Indonesia hanya memiliki izin untuk Kelompok Bermain (KB), bukan untuk daycare.
Guna menertibkan operasional daycare, Dhahana menyatakan bahwa Dinas Pendidikan Kota Depok akan segera mengumpulkan semua pemilik daycare yang belum memiliki izin agar mereka dapat mengurus legalitas operasionalnya. Langkah ini diambil agar pemerintah daerah Kota Depok tidak dianggap mengabaikan hak-hak anak untuk terlindungi dari potensi kekerasan.
“Tentunya, ini langkah baik untuk meningkatkan proses pengawasan operasional, sehingga pemerintah daerah Kota Depok tidak dipandang mengabaikan hak-hak anak untuk terbebas dari potensi tindakan kekerasan,” ungkapnya.
Dhahana menekankan pentingnya pemulihan fisik dan psikis bagi korban kekerasan anak yang mengalami trauma. Ia juga merekomendasikan Pemerintah Kota Depok untuk mempermudah akses publik terhadap informasi mengenai legalitas operasional daycare.
Selain itu, Dhahana mendorong Pemerintah Kota Depok, melalui DP3AP2KB, untuk segera menyelesaikan Pedoman Daycare Ramah Anak yang sesuai dengan Konvensi Hak Anak. Ditjen HAM siap memberikan pendampingan terkait substansi hak asasi manusia dalam finalisasi pedoman tersebut, dengan harapan pedoman ini akan mencakup pelatihan bagi tenaga pendidik di daycare guna memastikan lingkungan yang aman bagi anak-anak.
“Dari pertemuan kemarin, kami mendapatkan informasi bahwa DP3AP2KB Kota Depok memang berkomitmen untuk segera merampungkan pedoman ini. Tentunya ini hal yang patut untuk diapresiasi,” terangnya.