DPR Anggap Kasus Alex Denni jadi Alarm Buat Pemerintah: Sulit Diterima Logika Publik

Ilustrasi borgol untuk pelaku kejahatan.
Sumber :
  • ientrymail.com

Jakarta, VIVA - Kasus Alex Denni terpidana koruptor yang belum lama ini ditangkap Kejaksaan setelah 11 tahun bebas bahkan bisa menduduki beberapa jabatan mentereng di instansi pemerintahan jadi perhatian DPR. Kasus itu dinilai jadi alarm pemerintah untuk melakukan evaluasi.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menyinggung kasus itu jadi alarm bagi pemerintah karena Alex Denni sempat jadi deputi di salah satu kementerian selama masa pelariannya.

"Berkaca dari kasus ini, menjadi pembelajaran penting buat kita semua khususnya terkait dengan penegakan hukum dan keadilan," kata Didik, dikutip pada Minggu, 4 Agustus 2024.

Isu Kelompok Rentan Mesti Bisa Dipertimbangkan Cagub dalam Programnya Jika Menang Pilkada

Didik menganalisa kasus tersebut bisa mencederai rasa keadilan publik. Selain itu, ia menilai akan merusak moralitas pemerintah. Kemudian, menurut dia, kasus itu juga berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan. 

"Dalam perspektif keadilan. Tentu ada rasa keadilan publik yang sulit diterima oleh nalar dan logika publik. Mengingat terpidana korupsi baru dilakukan eksekusi pemidanaan setelah 11 tahun inkracht," jelas.

Respons Omongan Presiden Filipina, Menko Yusril Sebut Tak Ada Kata 'Bebas' untuk Mary Jane

Anggota Komisi III DPR RI, Dr. Didik Mukrianto

Photo :
  • DPR RI

Seperti diketahui, Alex Denni yang sempat menjabat sebagai Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) itu ditangkap Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung di Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Alex diamankan begitu mendarat di Indonesia usai melakukan penerbangan dari Italia pada Kamis, 18 Juli 2024.

Alex ditangkap setelah 11 tahun bebas dengan status terpidana atas kasus korupsi proyek pengadaan jasa konsultan analisa jabatan atau distinct job manual (DJM). Alex melakukan perlawanan hingga ke tingkat kasasi pada 2013, namun upaya yang dilakukan berakhir sia-sia.

Adapun pasca putusan kasasi pada 2013, Kejari Kota Bandung melayangkan pemanggilan untuk Alex sebanyak 3 kali. Namun, Alex Denni selalu mangkir. 

Namun, dalam perkembangannya tak pernah ada upaya eksekusi paksa dari penegak hukum. Hal itu karena sejak putusan pengadilan inkrah, Alex tak pernah ditahan. 

Didik pun mempertanyakan hal itu. Dia minta Mahkamah Agung (MA) sebagai pemvonis kasasi lalu Kejaksaan sebagai pihak penuntut sekaligus eksekutor untuk melakukan evaluasi.

“Penting bagi penegak hukum khususnya Mahkamah Agung dan Kejaksaan melakukan evaluasi dan pembenahan tata kelola yang lebih terukur terkait dengan eksekusi terpidana khususnya terpidana korupsi ini karena mencederai rasa keadilan publik,” ujar Anggota DPR dari dapil Jawa Timur IX itu.

Kata dia, kasus Alex Denni mesti dijadikan alarm bagi pemerintah. Diharapkan pemerintah serius mengecek rekam jejak calon pejabat bagi instansi negara.

“Ini bukan hanya menjadi pembelajaran penting, tapi juga menjadi alarm keras dalam hal integritas, moralitas, governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan termasuk pengelolaan BUMN,” jelas Didik.

Dalam rekam jejaknya selama 11 tahun jadi terpidana koruptor tanpa jalani masa hukuman, Alex sempat punya karir pekerjaan mentereng di pemerintahan. Posisi jabatan terakhir yang dipegang Alex sebagai Deputi Bidang SDM Aparatur di Kemen PAN-RB pada 2023. Sebelumnya, Alex juga pernah ditunjuk jadi Deputi Bidang SDM Kementerian BUMN pada 2020.

Didik mengkritisi ‘aksi pengelabuan’ Alex terhadap statusnya tidak masuk akal. Ia juga menilai ada potensi pelanggaran peraturan perundang-undangan mengingat Alex pernah menduduki beberapa jabatan di Pemerintahan dan BUMN.

“Dalam perspektif governance dan akuntabilitas pengelolaan Pemerintahan, bukan hanya sulit diterima akal sehat karena terpidana koruptor bisa menjabat posisi penting di BUMN," tutur legislator Partai Demokrat itu.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya