Jokowi Izinkan Aborsi Bersyarat, Bagaimana Menurut Hukum Islam?
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta , VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan praktik aborsi secara bersyarat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Adapun dalam PP tersebut, ada dua syarat atau kondisi yang diperbolehkan wanita hamil untuk melakukan aborsi di antaranya:
Pertama yakni indikasi kedaruratan medis, dan yang kedua adalah wanita korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Dalam penjabarannya, Indikasi kedaruratan medis itu meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan/atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tak dapat diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Sedangkan kehamilan akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Hukum aborsi menurut Islam Terkait Kondisi Medis dan Korban Pemerkosaan
Pada dasarnya, hukum aborsi atau menggugurkan kandungan dalam Islam adalah haram, akan tetapi dalam kondisi darurat atau mengancam keselamatan ibu dan anak, maka diperbolehkan berdasarkan rekomendasi dari tim medis dan dokter.
Ustaz Hasan Bin Ismail Al Muhdor mengatakan, banyak ulama sepakat memperbolehkan menggugurkan kandungan jika dikhawatirkan akan menjadi penyakit.
"Di sini banyak ulama berpendapat, jika janin tidak berkembang dan dikhawatirkan akan menjadi penyakit, maka menggugurkan kandungan tidak menjadi masalah. Dalam kasus ini, jika janin dinyatakan mati atau tidak bisa berkembang lagi, maka menggugurkannya tidak masalah," kata ustaz Hasan Bin Ismail Al Muhdor seperti dilansir akun YouTube Ahbaabul Musthofa Channel.
Sedangkan untuk korban pemerkosaan, dilansir dari NU Online, telah dibahas bersama para kiai muktamar Munas 2014 di gedung PBNU di Jakarta, menurut forum tersebut, hukum aborsi dari tindak pemerkosaan tetap haram.
Akan tetapi sebagian ulama berpendapat memperbolehkan aborsi korban pemerkosaan selama usia janin belum berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan.
Berdasarkan ilmu kedokteran, usia janin dapat diketahui dari hari pertama haid terakhir wanita korban pemerkosaan.
Berdasarkan Fiqih dan ulama terkait aborsi alasan medis dan korban pemerkosaan, Syeikh Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi mengatakan, tindakan yang menjadi sebab gugurnya janin setelah janin itu berada di dalam rahim, yaitu sesudah menjadi gumpalan darah atau menjadi gumpalan daging, meski roh itu belum ditiup ke dalam janin tersebut.
Namun, menurut Ar-Ramli, aborsi tidak diharamkan, artinya boleh dilakukan sebelum ditiupkannya roh. Aborsi tidak haram dilakukan kecuali setelah roh itu ditiup ke dalam janin tersebut, karena hal itu dapat dianggap sebagai menghilangkan makhluk yang sudah bernyawa.