Senator Papua Barat Bikin Laporan ke Polisi Karena Merasa Dirugikan

Anggota DPD RI Asal Papua Barat Filep Wamafma
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA - Anggota DPD RI, Filep Wamafma melaporkan Alvarez Kapisa ke Subdit V Tindak Pidana Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Barat, terkait dugaan kasus pencemaran nama baik dan/atau SARA. Adapun, duduk perkaranya karena Alvarez diduga menuding Filep sebagai bagian Organisasi Papua Merdeka (OPM).

3 Pemberontak OPM Taubat dan Menyerahkan Diri ke Pasukan Langit 501 Kostrad di Maybrat Papua

Filep melaporkan Alvarez dengan Surat Penerimaan Laporan Pengaduan Nomor: STPL/52/VII/2024/Ditreskrimsus pada 30 Juli 2024, tentang dugaan pencemaran nama baik dan/atau SARA. Dalam laporan tersebut, Filep menjelaskan kronologinya berawal dari menerima link berita dan video pendek atau potongan video yang dikirim oleh terlapor.

Filep yang merasa dirugikan secara pribadi menyertakan barang bukti pernyataan terlapor yang termuat di media online tertanggal 29 Juli 2024 dengan judul berita, ‘Sebut Dirinya OPM, Statement Filep Wamafma Tuai Kecaman’.

Temuan DPD RI Terkait Polemik Proyek PSN Tangerang

Berdasarkan laporan dan barang bukti tersebut, Penyidik Subdit V Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Papua Barat meminta keterangan Filep sebagai saksi korban. Akhirnya, Filep memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi didampingi pengacaranya yakni Achmad Djunaidi, Donny Karauwan dan Frans Mansumbauw.

“Saya sadar bahwa kritik oleh warga negara kepada pejabat politik atau pejabat publik sangat dimaklumi dan wajar saja. Namun, kali ini adalah hal yang tidak wajar dan menyudutkan nama baik saya secara pribadi,” kata Filep dikutip pada Kamis, 1 Agustus 2024.

DPD: Perlu Pengawasan untuk Implementasi Program Prabowo Sejahterakan Guru Tepat Sasaran

Anggota DPD RI Asal Papua Barat Filep Wamafma

Photo :
  • Istimewa

Menurut Filep, terlapor Alvarez sama sekali tidak mengetahui insiden saat Sidang Paripurna DPD RI pada 12 Juli 2024, di mana sempat diwarnai dinamika atau banjir interupsi. Namun, kata dia, sidang berakhir dengan baik dan saling meminta maaf di antara peserta sidang yang merupakan Anggota DPD RI.

Dalam potongan video pendek yang diviralkan itu menyebutkan, bahwa kata OPM yang diucapkan Filep dianggap ancaman bagi negara, hingga akhirnya dijadikan konsumsi publik dan mengancan nama baik Filep Wamafma. Padahal, Filep menegaskan OPM yang disampaikannya dalam sidang saat itu ‘Orang Papua Maju’.

“Dalam sidang paripurna itu masih ada lanjutan pembicaraan, namun video kejadian itu dipotong tepat di kata OPM. Saya membantah bahwa kata OPM yang dikeluarkan identik dengan Organisasi Papua Merdeka. Namun, kata OPM yang saya maksud dan jelaskan saat sidang paripurna berlangung adalah, orang Papua maju, dan orang Papua mandiri,” jelas dia.

Selanjutnya, Filep menjelaskan kronologi insiden saat rapat Paripurna DPD RI agar dipahami secara utuh oleh masyarakat. Seyogyanya, kata dia, masyarakat harus memahami setiap hal secara menyeluruh dan tidak sepenggal-sepenggal sebelum memberikan komentar.

“Saya jelaskan kronologinya supaya saudara tidak bikin asumsi sendiri, yang bisa terjebak dalam persoalan hukum baru. Jadi, pada saat paripurna itu terjadi deadlock dan chaos karena sikap Ketua DPD RI yang otoriter mempertahankan keputusan,” ungkapnya.

Pada akhir paripurna, Ketua DPD LaNyalla Mattalitti menyebut bahwa Filep Wamafma ini pengacau. Dengan kata-kata ini, Filep secara pribadi tidak terima dan keberatan sehingga meminta Ketua DPD mengklarifikasi pernyataannya tersebut. Akan tetapi, Filep menyebut LaNyalla tidak melakukan klarifikasi hanya menyampaikan permohonan maaf saja.

“Oleh sebab itu, saya katakan, saya ini OPM, yang berarti Orang Papua Maju, yaitu maju secara pengetahuan, maju sebagai wakil rakyat yang diberikan amanah untuk mewakili rakyat dalam parlemen. Sehingga jika disebut sebagai pengacau oleh Ketua DPD, maka akan semakin panjang hal-hal yang membuat orang Papua akan dianggap buruk. Dalam ruang terhormat saja, seorang Anggota DPD bisa dikatakan demikian,” katanya lagi.

Maka dari itu, Filep mengatakan langkahnya melaporkan Alvarez ke kepolisian sudah semestinya dilakukan supaya yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan atas apa yang dilakukannya. Dia menegaskan, tidak ada definisi liar dan di luar dari apa yang disampaikan dalam konteks perdebatan di parlemen. Sehingga menurutnya, pihak-pihak yang menuduhkan hal ini menjadi penyebar hoaks yang dapat diproses secara hukum.

Sebelumnya diberitakan, Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma menyebut Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattaliti telah melanggar dengan amandemen Tata Tertib oleh Tim Kerja (Timja), yang merancang perubahan-perubahan aturan beberapa waktu lalu. Sehingga, kata dia, sempat terjadi kericuhan dan banjir interupsi saat Rapat Paripurna DPD ke-12 untuk masa sidang V Tahun Sidang 2023-2024 pada Jumat, 12 Juli 2024.

"Saat paripurna kemarin, saya orang pertama yang menyampaikan interupsi. Karena saya menilai sikap Pimpinan DPD RI yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib. Hal tersebut dipicu sejumlah persoalan yang kemudian sebagai dasar untuk dilakukannya amandemen terbatas Tatib DPD RI, karena itu dalam rapat paripurna dibentuklah panitia khusus (pansus)," kata Filep melalui keterangannya pada Minggu, 14 Juli 2024.

Menurut dia, dalam Tata Tertib DPD RI setiap perubahan atau pembentukan peraturan di DPD RI memerlukan pembentukan panitia khusus. Ia menjelaskan setiap pembahasan dan mekanisme kerja internal DPD RI harus sesuai dengan tata tertib, termasuk harmonisasi dengan panitia perancang Undang-undang untuk memastikan bahwa Tata Tertib DPD RI itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Dalam tahap harmonisasi telah selesai dilaksanakan oleh Pansus, kemudian pada Paripurna hendak disampaikan laporan tapi Pimpinan DPD beralasan bahwa masih ada hal yang perlu ditinjau kembali hasil dari pansus. Sehingga, hasil kerja Pansus diserahkan kepada pimpinan dan selanjutnya pimpinan membentuk Tim Kerja (Timja), poin ini keliru dan saya sampaikan kritik. Kalau pimpinan membentuk Timja untuk membentuk Pansus hal itu tidak diatur, bahkan tidak dibenarkan dalam Tata tertib Nomor 1 Tahun 2022. Ini pelanggaran Tatib," ujar Senator asal Papua Barat ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya