Takmir Masjid hingga Difabel Dilatih Kesiapannya Hadapi Bencana oleh Kemenag

Takmir Masjid hingga Difabel Diberi Pelatihan Kebencanaan di Sumbar
Sumber :
  • Kemenag

Jakarta, VIVA – Semua pihak harus siap untuk menghadapi bencana, yang bisa datang kapan pun. Termasuk takmir masjid, juga dinilai perlu untuk melatih dirinya menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Pelatihan dibuat oleh Kementerian Agama.

Paus Fransiskus ke Kaum Difabel: Butuh Satu Sama Lain Bukan Hal Buruk

Yang dilatih adalah takmir masjid, penyuluh agama, dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI). Pelatihan dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Management of Social Transformation Programme (Most UNESCO), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Barat.

Pontensi bencana yang cukup tinggi, diakui Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, juga ada pada wilayahnya.

Absen Rapat Pansus Alasan ke Makkah, Pegawai Kemenag Ternyata Ada di Kantornya

"Sumatera Barat memang rawan terhadap bencana, baik banjir, gunung meletus, galodo, gempa bumi, dan tsunami," kata Mahyeldi, saat membuka Workshop Penguatan Literasi Kebencanaan Berbasis Pengetahuan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana di Sumatra Barat, Bukittinggi, dikutip Kamis 1 Agustus 2024.

Dengan workshop ini, Gubernur berharap peserta punya wawasan akan kebencanaan. Juga kesiapsiagaan menghadapinya. Terutama kelompok difabel, yang paling rentan saat terjadi bencana.

Cawabup Bogor Malam-malam Datangi Warga Korban Bencana Puting Beliung

"Workshop ini dapat mendukung masyarakat Sumatra Barat untuk bisa menyikapi bencana dan mengurangi risikonya," tambahnya.

Sementara Kasubdit Kepustakaan Islam Kemenag, Nur Rahmawati, ada beberapa tujuan sehingga pelatihan ini mereka laksanakan. Pertama, memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan lokal dalam meningkatkan pengurangan risiko bencana di Sumatra Barat.

Lalu kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membangun kesiapsiagaan dan adaptasi, melalui pendidikan literasi bencana yang inklusif dan keberlanjutan.

"Terakhir, diharapkan mampu melahirkan rekomendasi berupa kebijakan yang efektif untuk pemanfaatan pengetahuan lokal dan teknologi informasi dalam mitigasi dan manajemen risiko bencana," jelasnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa workshop tersebut merupakan bentuk perhatian pada masyarakat Sumatra Barat sehingga muncul kepekaan mereka terhadap bencana.

"Mereka (takmir dan penyuluh agama) adalah tokoh di lingkungan mereka masing-masing. Dengan pelatihan ini, diharapkan mereka dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekitar terhadap bencana," jelasnya.

Direktur Eksekutif Most UNESCO, Fakhriati mengatakan, workshop ini tidak terlepas dari kejadian bencana yang sempat terjadi di wilayah Sumatera Barat beberapa waktu belakangan ini.

"Banjir galodo di selingkar Gunung Marapi, Kabupaten Agam dan Tanah Datar, serta banjir di Pesisir Selatan dan kabupaten lainnya menjadi perhatian kita bersama," ujarnya. Kegiatan workshop digelar dua hari, 30 – 31 Juli 2024, dihadiri takmir masjid, penyuluh, dan 15 difabel. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya