Susno Duadji: Kasus Kematian Vina dan Eky Cirebon Belum Cukup Bukti Unsur Pembunuhan
- YouTube tvOne
Cirebon, VIVA – Mantan Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol. (Purn) Susno Duadji, menyatakan bahwa bukti-bukti dalam kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016 belum cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pembunuhan.
"Pertama-tama, di mana lokasi kejadian kasus ini? Apa buktinya? Bukti seperti visum tidak menunjukkan secara langsung, dan tidak ada rekaman CCTV, sidik jari, atau bukti lainnya," kata Susno setelah memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam persidangan Peninjauan Kembali (PK) kasus Saka Tatal di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (31/7/2024).
Susno menegaskan bahwa bukti-bukti yang ada tidak mendukung adanya unsur pembunuhan, terutama terkait lokasi kejadian.Â
Ia juga menjelaskan bahwa hasil penyelidikan Polres Kabupaten Cirebon (sekarang Polresta Cirebon) telah konsisten menyimpulkan bahwa insiden yang menimpa Vina dan Eky pada 2016 adalah kecelakaan lalu lintas.
"Hingga kini, kasus tersebut tetap dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas dan tidak pernah dialihkan ke Polres Cirebon Kota," tambahnya.
Susno juga membahas mengenai novum yang diajukan oleh pihak pemohon dalam sidang PK, yang terdiri dari 10 bukti baru. Namun, sebagian dari bukti tersebut telah ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurutnya, hal ini adalah hal biasa dalam persidangan. Namun, keputusan akhir berada di tangan Mahkamah Agung (MA).Â
"Jika novum diterima, sidang ini bisa segera berakhir. Tapi keputusan akhir ada di tangan Majelis Hakim di MA," jelas Susno.
Susno menegaskan bahwa upaya PK merupakan hak pemohon, Saka Tatal, meskipun dia telah dinyatakan bebas. Upaya ini harus menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa keadilan adalah hak semua warga negara tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
Ia menambahkan bahwa kasus ini memberikan pelajaran penting, terutama bagi kepolisian, untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam penegakan hukum didasarkan pada bukti yang sah dan jelas, bukan hanya dugaan semata.
"Keadilan dan kebenaran adalah kebutuhan dasar. Tidak peduli apakah seseorang itu pejabat, kaya, atau orang biasa," tegasnya. (CGPT/ANTARA)