Kemenko PMK Soroti Minimnya Sosialisasi Pencegahan Pornografi di Tengah Maraknya Konten Negatif
- ANTARA/Ardika/am.
Jakarta, VIVA – Pornografi telah menjadi isu serius yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Dampak negatif dari pornografi terhadap moralitas, kesehatan mental, dan perilaku sosial masyarakat, terutama generasi muda, sangat mengkhawatirkan. Penyebaran konten pornografi yang semakin mudah diakses melalui internet memperparah situasi ini. Sehingga, Kemenko PMK menilai kurang masifnya sosialisasi pencegahan dan penanganan pornografi, di sisi lain penyebaran konten negatif tiada henti.
Diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah dan lembaga terkait untuk memberantas pornografi. Oleh karena itu, Menko PMK yang menjadi Ketua Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) dengan Ketua Harian Menteri Agama serta 15 kementerian dan lembaga yang tergabung sebagai anggota, bekerja keras mengawal implementasi pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2012 tentang GTP3.
Dilansir dari laman resmi Kemenko PMK, Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, Mustikorini Indrijatiningrum menyampaikan, Kemenko PMK mendapati sejumlah tantangan yang masih dihadapi oleh kementerian dan lembaga teknis yang tergabung dalam GTP3 yaitu peningkatan dalam sosialisasi mengenai bahaya mengonsumsi konten pornografi supaya masyarakat lebih terdidik, meskipun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sendiri sudah berusaha dalam melacak dan memberantas konten pornografi.
“Kita masih perlu meningkatkan intensitas sosialisasi dan kampanye bahaya mengonsumsi konten pornografi agar masyarakat lebih teredukasi. Upaya ini mutlak dilakukan karena konten negatif di media sosial berkembang sangat pesat meskipun Kementerian Kominfo telah masif melakukan tracing dan pemberantasan,” kata Indri pada Rabu (30/7/2024).
Selain itu, Indri menyebutkan bahwa perlu adanya gerakan nasional yang bertujuan membangkitkan kesadaran dan aksi bersama di seluruh daerah dalam rangka menanggulangi masalah pornografi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Perlu ada gerakan nasional yang dilakukan secara serentak dan masif dalam rangka pencegahan dan penanganan pornografi. Sehingga diharapkan gerakan nasional ini dapat memacu daerah aktif melaksanakan amanah regulasi yang ada,” imbuh Indri.
Menurut Indri, aturan GTP3 perlu disesuaikan agar pelaksanaan teknis dapat berjalan lebih efektif dari awal hingga akhir, mencakup pencegahan, penanganan, dan penindakan.
Diketahui bahwa selanjutnya akan diadakan rapat koordinasi berskala nasional yang melibatkan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Rapat ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk melaporkan pelaksanaan GTP3 di wilayah mereka masing-masing.
Dengan demikian, pemerintah pusat dapat mengevaluasi kemajuan dan kendala yang dihadapi dalam implementasi peraturan ini serta merumuskan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan efektivitasnya di masa mendatang.