Joko Widodo Izinkan Aborsi Bersyarat, Reaksi DPR: Enggak Usah Berlebihan
- VIVA/Helsa Alvina
Jakarta, VIVA – Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 pada 26 Juli 2024. Peraturan ini menjadi aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah (PP) yang baru ini mengatur berbagai aspek penting dalam layanan kesehatan. Salinan lengkap dari peraturan ini dapat diakses di situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara, yang dipublikasikan pada 29 Juli 2024.
Salah satu poin utama dari PP Nomor 28 Tahun 2024 adalah pengaturan mengenai praktik aborsi. Berdasarkan Pasal 120, pemerintah kini mengizinkan praktik aborsi bersyarat.
Aborsi dapat dilakukan dalam situasi kehamilan yang menghadapi indikasi kedaruratan medis atau dalam kasus kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lainnya.
Pasal 122 ayat 1 PP ini menegaskan bahwa pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan dan suami, kecuali dalam kasus korban tindak pidana perkosaan.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyatakan bahwa ketentuan tersebut sebenarnya telah ada sejak lama dan tidak perlu dianggap sebagai hal baru yang berlebihan.
"Dari dulu peraturan itu sudah ada, jadi enggak usah berlebihan. Karena ini kan dari sisi medis," ujar Rahmad dalam acara Investortrust Power Talk dengan tema "Pentingnya Layanan Kesehatan yang Layak dan Tepat bagi Publik" di Jakarta pada Rabu, 31 Juli 2024.
Rahmad Handoyo menjelaskan, penerapan aborsi dalam kasus medis diperlukan untuk melindungi keselamatan ibu dan anak.
"Ketika ibu hamil melahirkan dengan kondisi medis yang serius, misalnya tekanan darah tinggi, dan risiko nyawanya terancam, keputusan medis bisa melibatkan aborsi. Ini bukan soal sesuka hati, tetapi demi keselamatan," ujarnya
Lebih lanjut, Rahmad menyebut UU Kesehatan dan PP 28/2024 sebagai "kado yang luar biasa" bagi masyarakat. Menurutnya, kehadiran kedua aturan tersebut menjawab berbagai ketidakadilan dalam layanan kesehatan dan memperbaiki distribusi tenaga medis.
"Kita berterima kasih atas UU Kesehatan dan PP ini, yang akan membantu memperbaiki ketidakadilan dalam layanan kesehatan dan meningkatkan akses serta distribusi dokter spesialis," ungkapnya.
PP Nomor 28 Tahun 2024 juga mencakup sejumlah isu kesehatan penting lainnya. Rahmad memberikan apresiasi terhadap larangan penjualan rokok eceran, yang tercantum dalam Pasal 434, serta larangan promosi dan diskon susu formula.
Menurutnya, tingginya angka stunting pada anak-anak Indonesia sebagian besar disebabkan oleh penggantian air susu ibu (ASI) dengan susu formula.
"Begitu besarnya warga kita yang mengalami stunting karena anak-anak kita tidak mendapatkan ASI yang cukup dan digantikan oleh susu formula," kata Rahmad.
Lebih lanjut, Rahmad mengungkapkan kekecewaannya terhadap ketidakadaan pengaturan mengenai labeling produk makanan dan minuman dengan kandungan gula, garam, dan lemak tinggi.
Menurutnya, pengaturan tersebut penting untuk mengedukasi masyarakat dan mencegah penyakit tidak menular seperti diabetes.
"Meskipun PP Kesehatan ini merupakan langkah positif, kami berharap aturan turunan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan nantinya dapat mencakup regulasi mengenai labeling produk makanan dan minuman. Ini adalah momentum yang baik untuk memajukan aspek promotif dan preventif dalam kesehatan masyarakat," pungkas Rahmad.