Praktik Sunat Perempuan Dihapus Pemerintah!
- Pixabay/ Marjon Besteman
Jakarta, VIVA – Praktik sunat pada perempuan resmi dihapus pemerintah. Kebijakan itu merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023.
"Menghapus praktik sunat perempuan," demikian dikutip dari PP tersebut, pada Rabu, 31 Juli 2024.
Adapun perihal penghapusan sunat pada perempuan ini ada pada Pasal 102 poin a. Dalam aturan itu, disebut upaya kesehatan reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah. Pada poin b hingga f tidak menyinggung lagi perihal penghapusan praktik sunat perempun ini.
Untuk diketahui, pakar kesehatan reproduksi dan kader ‘Aisyiyah Jawa Barat, Dian Indahwati, memberikan penjelasan mengenai perbedaan yang signifikan antara sunat laki-laki dan perempuan dalam acara Gerakan Subuh Mengaji pada Rabu, 22 November 2023.
Dian Indahwati menjelaskan praktik sunat laki-laki, atau yang dikenal sebagai sirkumsisi, merupakan tindakan permanen yang melibatkan pengangkatan seluruh bagian preputium yang menutupi kelenjar penis.
Sunat laki-laki tidak hanya dianjurkan sebagai bagian dari tradisi dan ajaran agama. Namun, juga memiliki dasar medis yang kuat, dianggap efektif dalam menjaga kebersihan organ genital laki-laki.
Tindakan sunat laki-laki selain sebagai bagian dari tradisi dan ajaran agama, juga untuk alasan medis. Hal itu seperti memperbaiki kondisi kelainan seperti fimosis, di mana preputium tidak dapat ditarik ke belakang.
Dian Indahwati menambahkan sunat laki-laki dapat dilakukan secara elektif dengan tujuan meningkatkan kebersihan, mencegah penyakit menular seksual, termasuk HIV. Pengambilan preputium, dalam konteks ini, dipandang sebagai langkah preventif yang dapat mengurangi risiko tertentu.
Namun, ia menekankan perempuan memiliki anatomi yang berbeda, dan klitoris pada perempuan tidak berfungsi untuk berkemih sehingga tetap terjaga kebersihannya.
Dian Indahwati dengan tegas menyatakan memotong atau melukai klitoris pada perempuan setara dengan melukai atau memotong penis pada laki-laki. Ini menyoroti pentingnya pemahaman akan sensitivitas organ reproduksi perempuan.
Perlu dicatat bahwa, berbeda dengan sunat laki-laki, sunat pada perempuan tidak dianjurkan oleh pakar kesehatan. Dian Indahwati menyatakan bahwa tindakan ini dapat mengakibatkan masalah pada kesehatan reproduksi perempuan.
Dengan demikian, ini memberikan sudut pandang yang kuat terhadap pentingnya untuk memahami perbedaan anatomi dan dampak kesehatan dari praktik sunat pada laki-laki dan perempuan.