Ada 3.703 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang Penipuan Online, Menurut Kemenko PMK

Polisi ungkap kasus perdagangan orang beberapa waktu lalu. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyebut bahwa pada periode 2020 sampai Maret 2024 ditemukan ada 3.703 WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online.

GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

"Statistik kasus online scamming dari periode 2020 sampai Maret 2024 totalnya 3.703 orang. Paling banyak itu dari Kamboja 1.914 orang, kemudian yang kedua Filipina 680 orang, yang berikutnya Thailand 364 orang, dan Myanmar ada 332 orang," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum, di Jakarta, Selasa, 30 Juli 2024.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan tim Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sekitar 40 persen korban berasal dari wilayah Sumatra Utara.

Anak Bos Toko Roti yang Aniaya Karyawati Nangis dan Tertekan di Penjara, Sang Ibu Ingin Damai

Ilustrasi penipuan di online

Photo :
  • Shopee

"Sebagian besar hampir saya katakan 30-40 persennya itu dari Sumatra Utara," kata Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum.

Viral! Penipuan Berkedok Video Call Pakai Wajah Baim Wong Telpon Orang Kantor Kejaksaan, Warganet: Salah Sasaran

Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum menambahkan, para korban TPPO yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online itu berasal dari kalangan berpendidikan. Mereka terjebak dengan iming-iming bekerja di bidang informasi dan teknologi (IT) di perusahaan luar negeri.

"Korbannya melek teknologi, usia produktif 18 sampai 35 tahun dan bahkan mereka berpendidikan tinggi, ada yang sudah S2," kata Woro.

Ilustrasi-Pelaku Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Namun, sampai di negara tujuan, para korban justru disekap dan dipaksa bekerja yang tidak sesuai perjanjian awal.

Para korban bahkan diancam dengan pemotongan gaji apabila tidak memenuhi target yang ditentukan oleh pemilik bisnis ilegal tersebut.

"Jadi kalau mereka tidak memenuhi target, gaji mereka dipotong. Mereka itu tidak boleh kemana-mana, di situ saja mereka bekerja, semacam ada penyekapan, ada eksploitasi, makanya itu terjadi TPPO," kata Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya