7 Alasan Muhammadiyah Terima Tawaran Kelola Pertambangan
- VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)
Yogyakarta – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran pemerintah terkait izin mengelola pertambangan. Keputusan ini disampaikan oleh Muhammadiyah usai menggelar Konsolidasi Nasional di Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta pada Minggu 28 Juli 2024.
Keputusan Muhammadiyah untuk mengelola pertambangan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dengan membacakan risalah pleno PP Muhammadiyah Tentang Pengelolaan Tambang yang Ramah Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat.
Mu'ti yang membacakan risalah tersebut mengatakan, PP Muhammadiyah telah melakukan pengkajian dan menerima masukan yang komprehensif dari para ahli pertambangan, ahli hukum, majelis atau lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, pengelola/pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya.
Mu'ti menjabarkan, Muhammadiyah setelah menganalisis masukan, melakukan pengkajian, mencermati kritik pengelolaan tambang, dan pandangan dari para akademisi dan pengelola tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi, Majelis dan lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, serta pandangan anggota akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran pemerintah terkait pengelolaan tambang.
"Rapat Pleno PP. Muhammadiyah 13 Juli 2024 di kantor Jakarta memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2024," ucap Mu'ti, Minggu 28 Juli 2024.
Mu'ti mengungkapkan alasan pertama PP Muhammadiyah menerima izin mengelola tambang yakni kekayaan alam adalah anugerah Allah yang manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki kewenangan untuk memanfaatkan alam untuk kemasalahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual.
"Pengelolaan usaha pertambangan sejalan dengan Anggaran Dasar pasal 7 (1): Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan," ungkap Mu'ti.
Mu'ti membeberkan keputusan ini sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga pasal 3 ayat 8 yang berbunyi "Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas. Sejalan juga, sambung Mu'ti dengan pasal 3 ayat 10 yakni memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
"Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (9 Juli 2024) antara lain menyatakan bahwa 'Pertambangan sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi masuk dalam kategori muamalah atau (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram," ujar Mu'ti.
"Kedua adalah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa sesuai kewenangannya, pemerintah sebagai penyelenggara negara memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah, antara lain karena jasa-jasanya bagi bangsa dan negara, untuk dapat mengelola tambang untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat," urai Mu'ti.
"Ketiga, keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 mengamanatkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya," lanjut Mu'ti.
Mu'ti menceritakan pada tahun 2017, Muhammadiyah telah menerbitkan Pedoman Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) untuk memperluas dan meningkatkan dakwah Muhammadiyah di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit bisnis yang lainnya
"Keempat adalah dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam," kata Mu'ti.
Mu'ti menilai Muhammadiyah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang amanah, profesional, dan berpengalaman di bidang pertambangan serta sejumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah memiliki Program Studi Pertambangan sehingga usaha tambang dapat menjadi tempat praktik dan pengembangan entrepreneurship yang baik.
"Kelima, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan melalui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan," jelas Mu'ti.
"Keenam, pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha-usaha pengembangan sumber-sumber energi yang terbarukan, serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan," kata Mu'ti.
Mu'ti menuturkan pengelolaan tambang disertai dengan monitoring, evaluasi, dan penilaian manfaat dan mafsadat (kerusakan) bagi masyarakat. Apabila pengelolaan tambang, sambung Mu'ti lebih banyak menimbulkan mafsadat, maka Muhammadiyah secara bertanggungjawab akan mengembalikan ijin usaha pertambangan kepada Pemerintah.
"Ketujuh, dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah," terang Mu'ti.
"Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha "not for profit" dimana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan Amal Usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas," kata Mu'ti.