Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Demo, Kritik Sekeras Apapun Kami Hadapi dengan Moderat

Press Conference Hasil Konsolidasi Nasional Muhammadiyah di UNISA Yogyakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)

Yogyakarta – Persyarikatan Muhammadiyah, memutuskan menerima izin pertambangan yang ditawarkan pemerintah. Keputusan itu diambil ditengah munculnya sejumlah pihak termasuk kader dari organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada 1912 itu, yang keras menolak. Bahkan diakui Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, ada yang melakukan aksi demo agar Muhammadiyah tidak menerima izin pertambangan tersebut.

Strategi Pertamina Energy Terminal Tingkatkan Keamanan di Kawasan Terminal BBM Baubau

Keputusan diambil PP Muhammadiyah dan diumumkan secara resmi ke publik, dalam konsolidasi nasional di Yogyakarta. PP Muhammadiyah selama dua hari yaitu Sabtu 27 Juli 2024 dan Minggu 28 Juli 2024 menggelar Konsolidasi Nasional di Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta. Konsolidasi ini diikuti oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis, Lembaga, Biro, dan Organisasi Otonom tingkat pusat,

Juga hadir yakni Pimpinan Wilayah Muhammadiyah seluruh Indonesia, Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah atau Aisyiyah, dan Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah atau Aisyiyah.

Menghidupkan Kembali Warisan dalam Setiap Langkah

Dalam Konsolidasi Nasional ini, salah satu poin yang dibahas adalah tentang tawaran pemerintah kepada Muhammadiyah untuk ikut mengelola pertambangan di Indonesia. Selain itu ada juga permasalahan tentang Kalender Hijriah Tunggal Global hingga Pilkada 2024 yang juga dibahas.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menjelaskan, tawaran yang disampaikan pemerintah kepada Muhammadiyah untuk mengelola tambang kemudian ditanggapi dengan melakukan kajian dan pencermatan. Selain itu Muhammadiyah, lanjut Haedar juga memantau tanggapan publik baik di media sosial, media massa maupun dalam diskusi-diskusi.

Haedar Nashir Tegaskan Jangan Remehkan Kemampuan Muhammadiyah Kelola Tambang

Haedar menambahkan, Muhammadiyah memiliki karakteristik ketika ada tawaran resmi dari pemerintah, tidak serta merta menerima maupun menolak tawaran tersebut. Haedar menerangkan, Muhammadiyah selalu melakukan kajian-kajian dari tawaran pemerintah berdasarkan pada ilmu yang diajarkan Islam maupun berbasis pada pemikiran-pemikiran Muhammadiyah.

"Selama 2 bulan memang mengkaji masalah pengelolaan tambang. Ada aspek-aspek dan kelompok yang kontra yang tidak setuju tapi punya argumen masalah lingkungan, masalah nasib masyarakat setempat, masalah pengelolaan tambang ilegal dan pengelolaan tambang yang punya potensi punya problem," kata Haedar.

Demonstrasi menolak Muhammadiyah menerima konsesi tambang

Photo :
  • VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)

"Ada kelompok kecil yang demo kemarin. Kami terbiasa dengan situasi itu. Demo, kritik sekeras apapun kami hadapi dengan moderat. Ada juga pandangan pro dengan berbagai argumen dengan berbagai data dan fakta tentang pengelolaan tambang di lapangan," imbuh Haedar.

Terkait sikap Muhammadiyah atas pengelolaan izin tambang, Haedar meminta kepada Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti untuk membacakan Risalah Konsolidasi Nasional. Dimana dalam risalah itu salah satu poinnya yakni sikap Muhammadiyah yang akhirnya menerima tawaran pengelolaan izin tambang dari pemerintah.

Mu'ti mengatakan jika Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah melakukan pengkajian dan menerima masukan yang komprehensif dari para ahli pertambangan, ahli hukum, Majelis atau lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, pengelola atau pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait lainnya. 

"Setelah menganalisis masukan, melakukan pengkajian, mencermati kritik pengelolaan tambang, dan pandangan dari para akademisi dan pengelola tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi, Majelis dan lembaga di lingkungan PP. Muhammadiyah, serta pandangan anggota. PP Muhammadiyah dalam Rapat Pleno PP. Muhammadiyah 13 Juli 2024 di kantor Jakarta memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2024 dengan pertimbangan dan persyaratan," jelas Mu'ti.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya