Pemerhati Sejarah dan Guru Gugat UU Keprotokolan ke MK, Ini Alasannya

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

JakartaMahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan I untuk perkara Nomor: 66/PUU-XXII/2024 pada hari Senin, 22 Juli 2024 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Nama Agus Kembali Berulah, Kini Guru Les Musik di Palembang Cabuli Muridnya

Sidang ini menyangkut pengujian materiil frasa "Kemerdekaan Republik Indonesia" dalam Pasal 16 huruf a, Pasal 18, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Para pemohon yaitu pemerhati sejarah bernama Pranoto dan guru bernama Dwi Agung mengklaim bahwa undang-undang tersebut seharusnya menggunakan frasa "Kemerdekaan Bangsa Indonesia" agar sesuai dengan fakta sejarah.

Terkuak, Ini Lokasi Suap Tiga Eks Hakim PN Surabaya Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur

Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Sidang dimulai pukul 10.40 WIB dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh, dengan anggota majelis M. Guntur Hamzah dan Ridwan Mansyur. Para pemohon diwakili oleh kuasa hukum mereka, Heru Sugiyono, Teguh Hartono, Agus Awalus Shoim, Agus Winarto, dan Singgih Tomi Gumilang, yang menghadiri sidang secara daring.

MK Korsel Perintahkan Presiden Yoon Serahkan Dekrit Darurat Militer

Singgih Tomi Gumilang, selaku kuasa hukum para pemohon berargumen bahwa kesalahan penggunaan frasa dalam UU Keprotokolan berpengaruh negatif pada sistem pendidikan di Indonesia.

Menurutnya, fakta sejarah yang tidak akurat dapat menghambat proses pengajaran dan pemahaman siswa. Pemohon mengklaim bahwa tanggal 17 Agustus 1945 seharusnya dianggap sebagai hari kelahiran bangsa Indonesia, sedangkan hari kemerdekaan negara adalah tanggal 18 Agustus 1945.

"Ketidakakuratan ini dinilai merugikan dan menghalangi pemohon dalam memberikan dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta pendidikan," kata Singgih dalam keterangan tertulisnya, Jumat 26 Juli 2024.

Sebagai bagian dari petitum, para pemohon meminta MK untuk mengubah frasa “Kemerdekaan Republik Indonesia” menjadi “Kemerdekaan Bangsa Indonesia” dalam undang-undang yang diuji, serta menyatakan bahwa pasal-pasal terkait tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai demikian.

Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menekankan pentingnya memperkuat posisi legal standing pemohon agar permohonan dapat diterima.

Ia juga menyarankan agar para pemohon menjelaskan urgensi dan implikasi dari perubahan frasa tersebut, sesuai dengan argumen yang mereka ajukan.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh juga menambahkan bahwa para pemohon sebaiknya melihat contoh kasus sebelumnya untuk lebih merinci posisi hukum mereka.

Para pemohon selanjutnya diberikan waktu hingga 5 Agustus 2024 untuk memperbaiki permohonan mereka. Perbaikan ini harus diserahkan paling lambat pukul 09.00 WIB pada hari tersebut.

Setelah itu, sidang berikutnya akan dijadwalkan dan diberitahukan kepada para pemohon dan kuasa hukum melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

"Hasil dari uji materiil ini penting untuk pelurusan sejarah dan dapat berdampak signifikan pada pelaksanaan ketentuan keprotokolan di Indonesia ke depan," kata Singgih.

Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi

Polisi Panggil Guru BP hingga Wali Kelas soal Dugaan Perundungan Siswa SMA Negeri di Jaksel

Polres Metro Jakarta Selatan menjadwalkan pemanggilan kepada Guru Bimbingan Penyuluhan (BP) dari SMA Negeri di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bahkan, polisi jug

img_title
VIVA.co.id
19 Desember 2024