KPK Ungkap Modus Klaim Fiktif BPJS di 3 Rumah Sakit: Dikumpulkan Lewat Baksos Kepala Desa

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan ketika menjawab pertanyaan diskusi di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

JakartaKomisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya klaim fiktif di 3 rumah sakit wilayah Jawa Tengah dan Sumatra Utara. KPK menyebut, bahwa data fiktif warga dikumpulkan oknum petugas rumah sakit melalui kegiatan bakti sosial atau baksos, yang bekerja sama dengan kepala desa.

Prof Ikrar: Tanpa Keberanian Rakyat Takkan Ada Perubahan, Lawan Pengerahan Aparat di Pilkada Sumut

"Dia mengumpulkan dokumen pasien ada KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Sudah canggih kan? Emang niatnya sudah mau ngumpulin KTP dan kartu BPJS," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan kepada wartawan, dikutip Kamis 25 Juli 2024.

Pahala mengatakan, bahwa pelaku juga menggunakan identitas palsu dokter. Identitas tersebut ketika ditelusuri ternyata sudah tidak bekerja di rumah sakit.

Saat Hasto Tanya Apakah Pilkada Sumut Layak Ditunda karena Ketidaknetralan Aparat

"Dia mengeluarkan surat eligible peserta, ada dokternya segala macam, yang sebenarnya sudah tidak lagi kerja di situ , tetapi dia tanda tangan saja oke. Jadi ini memang komplotan beneran," jelas Pahala.

Setelah mendapatkan data fiktif dari warga, para pelaku langsung menggunakannya untuk mengklaim kesehatan fiktif. Nama warga yang telah dicatut, dibuat seolah-olah sedang sakit dan perlu penanganan dari dokter tertentu

Elektabilitas PDIP Masih yang Tertinggi di Jawa Tengah, Meski Alami Penurunan

"Berdasar inilah di-engineer semua seakan-akan dia sakitnya A, nanti perlu penanganan ini. Ada dokter tanda tangan oke semua. Jadi klaim fiktif ini nggak mungkin satu orang dan nggak mungkin dokter aja sendiri ya nggak bisa juga," katanya.

Pahala menjelaskan bahwa klaim kesehatan fiktif ini menjadi fokus KPK. Pasalnya, Pahala menilai bahwa pelaku pasti melibatkan banyak oknum rumah sakit.

"Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kita. Karena nggak mungkin satu orang yang ngejalanin, nggak mungkin dokter saja yang ngejalanin. Yang kita temukan sampai pemilik-pemiliknya, sampai dirutnya," bebernya.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK ketika melakukan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Rumah sakit yang disasar itu yakni secara khusus memonitor soal fisioterapi dan operasi katarak.

"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya gak ada di catatan medis," ujar Pahala Nainggolan di acara Diskusi Media Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN, Rabu 24 Juli 2024.

Pahala menyebutkan bahwa rumah sakit yang menangani katarak, ditemukan oleh tim KPK sebanyak 39 pasien yang diambil sampel, seharusnya hanya 14 orang yang layak untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah melakukan operasi katarak sebanyak 39 orang. 

Lantas, atas penelusuran KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS menyatakan fokus terhadap dua jenis fraud, yakni phantom billing dan medical diagnose

"Bedanya, phantom billing orangnya nggak ada terapinya nggak ada, klaimnya ada. Kalau medical diagnose orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya," kata Pahala.

"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini, yang kita angkat ke tim ini (KPK, Kemenkes, BPJS, dan BPKP) ada 3 RS gitu yang phantom billing saja, tiga (RS) ini melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen yang satu ada di Jawa Tengah sekitar Rp 29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatera Utara itu ada Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan," sambungnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya