Jawaban KPK Usai Menko Marves Luhut Pandjaitan Bilang OTT Kampungan

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menjawab kritikan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) kampungan. Walau diakuinya pencegahan juga dilakukan oleh KPK, tetapi tidak berarti OTT ditiadakan.

Diputus Dewas KPK Langgar Etik, Tunda Persidangan Jadi Hal yang Memberatkan Nurul Ghufron

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, bahwa pernyataan OTT Kampungan dari Luhut itu merupakan bentuk menyempurnakan pencegahan hingga penindakan yang berbasis asset recovery.

"KPK melihat semangat yang beliau sampaikan itu untuk menyempurnakan pencegahan, pendidikan, maupun penindakan yang berbasis asset recovery. Tetapi KPK sendiri tidak pernah menutup peluang adanya tangkap tangan," ujar Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu 24 Juli 2024.

Indonesia Accelerates Green Energy Transition to Boost Economic Growth

Tessa menyebut, KPK saat ini terdapat sebuah pergeseran fokus dalam menangani sebuah perkara. Ia menuturkan, lembaga antikorupsi mulai mengalihkan fokus pada membangun perkara yang bermuara pada pengembalian aset ke negara.

"Memang saat ini ada atau tidak ada komentar beliau, arah fokus KPK khususnya penindakan adalah asset recovery. Di mana target penyitaan di penyidikan di tahun 2022 Rp 240 miliar naik menjadi Rp 1 triliun dan di tahun 2023 sudah melebihi target sebesar Rp 1,8 triliun penyitaan yang dilakukan di KPK," jelasnya.

Dewas KPK Putuskan Nurul Ghufron Langgar Etik Sedang, Dihukum Potong Gaji

Meski begitu, Tessa menegaskan bahwa KPK tidak meninggalkan upaya OTT dalam mengungkap kasus korupsi.

"Jadi saya pikir, semangatnya arahnya ke sana. Tetapi KPK tidak pernah menutup seandainya ada informasi adanya suap atau segala macam. Kita akan tetap menangani itu," bebernya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang kerap dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan sebuah tindakan kampungan.

Hal itu diutarakan Luhut dalam acara peluncuran dan sosialisasi 'Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara', yang digelar di Kementerian Keuangan, Jakarta.

Alih-alih melakukan OTT, Luhut menegaskan bahwa sebaiknya KPK menguatkan fungsi pencegahan yang menjadi salah satu tugas utamanya. Misalnya pencegahan melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara), yang kembali diluncurkan pemerintah dengan perluasan tata kelola pengawasan pada komoditas selain batu bata yakni nikel dan timah.

"Jadi ada yang marah saat saya bilang OTT itu kampungan, karena memang kampungan. Maka kita harus bikin sistem dengan saling bekerja sama antar Kementerian/Lembaga, yang bagus, dan tidak saling menyalahkan. Sehingga ini bisa kita teruskan ke puncaknya yakni (peluncuran) GovTech yang sekarang masih berproses," kata Luhut di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Dengan sistem terintegrasi lintas kementerian/lembaga bernama Simbara ini, Luhut meyakini bahwa sistem layanan pemerintah ke depannya juga akan semakin tertib, efisien, dan bebas dari korupsi. Karenanya, Luhut pun mendorong KPK agar terus menggencarkan upaya pengawasan dan patroli atas kemungkinan-kemungkinan terjadinya tindak korupsi, sebagaimana yang mereka juga lakukan melalui e-katalog.

"Misalnya soal anomali harga, yang kalau terjadi seperti ini tuh bisa enggak bisa dipidanain. Karenanya, upaya pencegahan dari KPK itu perannya memang sangat besar," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengapresiasi langkah pemerintah memperluas tata kelola pengawasan Simbara pada komoditas selain batu bara, yakni pada nikel dan timah. Sehingga, diharapkan ke depannya upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan lebih sistematis, menyeluruh, dan bermartabat.

"Dari pengalaman KPK soal kenapa perlu dikelola secara sistematis, yakni karena salah satu potensi korupsi adalah karena adanya ketidakpastian dan ketidakjelasan," kata Ghufron.

Sebelum adanya Simbara, Ghufron mengakui bahwa celah korupsi terkadang bisa terbentuk dari adanya perbedaan perspektif antartiap Kementerian/Lembaga tentang suatu jenis komoditas. Sehingga, celah-celah inilah yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan korupsi.

Karenanya, Dia pun berharap bahwa Simbara ini akan membantu mengurai ketidakpastian dan ketidakjelasan itu, serta turut mengubah cara-cara pemerintah dalam memberantas korupsi.

"Pak Luhut selalu mengatakan cara pemberantasan korupsi dengan OTT itu kampungan. Maka Simbara inilah cara kita untuk menjadi bermartabat dengan modern dan sistematis," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya