Kisah Eks Napiter Tekun Ikuti Deradikalisasi, Kini Sukses Jadi Pengusaha Mebel
- VIVA/Muhammad AR
VIVA – Seorang mantan narapidana kasus terorisme mengakui manfaat dari program deradikalisasi. Walaupun muncul anggapan program deradikalisasi kerap dikatakan gagal, tapi tidak sedikit mantan narapidana terorisme (napiter) yang merasakan manfaatnya.
Salah satunya mantan napiter asal Pontianak, Kalimantan Barat, yang banyak merasakan manfaat deradikalisasi bagi kehidupannya.
Salim Salyo (42 tahun), begitu biasa disapa, merupakan eks napiter asal Pontianak yang pernah ditahan selama 3 tahun (2019-2022) lantaran ingin merampok sebuah bank di Surabaya, Jawa Timur, untuk merakit bom dan membeli senjata api, yang kemudian akan dikirim kepada kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.Â
Dia menjalani program deradikalisasi saat masih menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Terorisme (Lapsuster) di Lapas Kelas II B Sentul. Saat itu dia mengikuti pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja Pusat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Salim mengungkapkan, pelatihan yang ia ikuti dilaksanakan berdampingan dengan kegiatan deradikalisasi lainnya yang bertujuan untuk menghilangkan pemahaman radikal para napiter.
"Di pelatihan itu, saya dan napiter lainnya diminta untuk memilih apa yang jadi minat kami masing-masing. Ada yang tertarik jadi montir, penjahit, dan lainnya. Karena saya basic-nya tukang bangunan, saya ambil pelatihan kayu atau mebel. Dari situ saya punya cita-cita mau buka usaha mebel kalau sudah bebas," kata Salim saat dihubungi, Sabtu, 21 Juli 2024.
Menurut Salim, banyak ilmu dari pelatihan yang didapatkan saat ia menjalani masa tahanan, di antaranya pengetahuan dan pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangan berbagai jenis kayu.
"Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dari pelatihan itu. Apalagi sebelumnya saya tidak pernah mengetahui ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pelatihan tersebut. Salah satunya saya diajarkan mengenai kelebihan dan kekurangan setiap jenis kayu serta penggunaan lem yang tepat untuk setiap jenis kayu," ujar Salim.
Salim mengatakan ia sangat tertarik mengikuti pelatihan kayu. Ia rutin mengikuti pelatihan kayu selama sekitar 1,5 tahun. Kegiatannya berlangsung 4 kali dalam sepekan, yakni setiap Senin-Kamis mulai pukul 9 pagi hingga 3 sore.
Didampingi instruktur atau trainer, Salim mengasah kemampuannya sebagai tukang kayu dalam pelatihan tersebut. Misalnya, ia diajarkan cara membuat lemari, meja, atau kursi, bahkan miniatur yang berbahan dasar kayu.Â
Lebih lanjut, Salim merasa bersyukur memanfaatkan program deradikalisasi sehingga ketika ia bebas bisa mengimplementasikan ilmu-ilmu yang ia dapat untuk merintis sebuah usaha.
"Alhamdulillah ketika saya bebas, ilmu-ilmu itu menjadi bekal untuk merintis usaha mebel," ucap dia.
"Saya terapkan semua yang saya pelajari selama ikut pelatihan di BNPT. Saya tidak mau menyia-nyiakan ilmu yang sudah saya dapatkan dari pelatihan itu. Alhamdulillah ilmu itu semua sangat membantu sekali ketika saya membuka usaha mebel," kata Salim lagi.
Kini usaha mebel Salim tengah berkembang pesat, meski hanya dijalankan dari rumahnya yang merangkap bengkel kayu di Pontianak. Pesanan datang dari dalam, bahkan luar kota Pontianak. Produk yang banyak dipesan oleh konsumen antara lain backdrop, partisi, lemari, dan kitchen set.Â
Salim pun bisa mempekerjakan 2-6 orang karyawan untuk membantu usahanya. Jumlah karyawan itu tergantung dari banyaknya pesanan yang datang. "Harapan saya ke depan mudah-mudahan bisa punya toko mebel sendiri," ujar Salim