Ojol-Buruh KSPI Kompak Tolak Aturan Mobil-Motor Punya Asuransi Tahun 2025
- Dok. Istimewa
VIVA – Pemerintah berencana bakal menerbitkan aturan terkait dengan peraturan seluruh kendaraan bermotor di Indonesia wajib memiliki asuransi kendaraan pihak ketiga atau asuransi Third Party Liability (TPL). Kendati, masih banyak penolakan dari sejumlah pihak khususnya di kalangan buruh.
Wakil Presiden KSPI Kahar S Cahyono mengatakan bahwa menolak peraturan yang rencananya bakal diterapkan pemerintah tahun 2025 mendatang. Ia menyebut mayoritas buruh menggunakan kendaraan motor untuk bepergian kemanapun setiap hari.
"Betul kalau KSPI menyatakan menolak terkait dengan pernyataan asuransi wajib bagi sepeda motor ini," ujar Kahar Cahyono dalam acara Polemik Mobil-Motor Wajib Asuransi Buat Siapa yang digelar secara daring, Sabtu 20 Juli 2024.
Kahar menjelaskan bahwa sejatinya aturan tersebut memang sudah menjadi salah satu bagian Omnibuslaw yang ditolak oleh para buruh. Ia menyebut bahwa para buruh keberatan akan peraturan tersebut. "Kemudian yang kedua ini mencerminkan watak negara yang selalu tidak berpihak kepada kepentingan kaum buruh," kata Kahar.
Sementara itu, hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono.
Ia mengatakan bahwa kendaraan berupa roda dua seperti motor merupakan alat transportasi untuk mencari nafkah. Igun menyebut jika aturan tersebut tetap diterapkan maka hal itu akan menjadi sebuah hambatan bagi pengendara ojol untuk mencari nafkah.
"Kalau dari kami memang menentang ya sama juga dengan rekan-rekan buruh karena pastinya kami sebagai pengguna sepeda motor sebagai alat transportasi utama kami untuk mencari nafkah itu berdampak sekali kalau ini menjadi kewajiban," kata Igun Wicaksono.
Pasalnya, dampak untuk pengendara ojol itu yakni berupa pendapatan. Igun nenjelaskan aturan kewajiban asuransi kepada kendaraan motor bisa membuat pengendara ojol turun penghasilannya.
"Nah ini akan menjadi semakin memberatkan kalau misalkan rencana ini menjadi kewajiban, itu sangat kami tentang, kami menolak hal ini tidak setuju adanya kewajiban berasuransi bagi kendaraan sepeda motor," ucap Igun.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan rencananya untuk memberlakukan peraturan seluruh kendaraan bermotor di Indonesia wajib memiliki asuransi kendaraan pihak ketiga atau asuransi Third Party Liability (TPL).
Kebijakan dari pemerintah tersebut direncanakan akan berlaku mulai Januari 2025 mendatang. TPL sendiri merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungjawabkan, sebagai akibat risiko yang dijamin di dalam polis.
Perihal kebijakan tersebut, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa itu guna menumbuhkan pasar otomotif nasional secara ekosistem keseluruhan.Â
"Untuk meningkatkan atau menumbuhkan industri otomotif seluruh ekosistem harus berperan termasuk finance asuransi dan lain sebagainya," ujar Agus Gumiwang di pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2024, seperti dikutip VIVA Otomotif.
Sementara itu, Yohannes Nangoi selaku Ketua Umum Gaikindo mengatakan bahwa aturan tersebut seperti mengacu pada peraturan yang ada di luar negeri. Namun belum diketahui, apa dampaknya pada penjualan kendaraan di Tanah Air.
"Sebenarnya aturan tersebut belum turun, tapi memang kalau kita lihat di luar negeri peraturannya memang ke arah sana, kalau semua mobil harus diasuransikan," ujarnya.
Adapun, Jongki Sugiarto selaku Ketua I Gaikindo mengungkapkan bahwa saat ini total penjualan kendaraan di Indonesia didominasi oleh pembelian secara kredit atau leasing.
"Total penjualan kita 67 persen melalui kredit atau leasing. Biasanya, semua transaksi kredit atau leasing itu mobilnya kan harus diasuransikan. Jadi sebenarnya sudah ter-cover, dan mobil yang sudah jalan itu sudah ada asuransinya," jelasnya.Â
Menurutnya, pengaruh dari adanya peraturan mewajibkan kendaraan bermotor untuk memiliki asuransi tidak terlalu signifikan.Â
"Sebetulnya, tidak terlalu signifikan (pengaruhnya). Tinggal sisa yang 40 persen tadi, yang membeli secara cash itu yang sudah punya uang. Jadi sebetulnya tidak terlalu menyeramkan," tutupnya.