Zainul Maarif Dipecat dari LBM NU DKI Jakarta Buntut Temui Presiden Israel
- VIVA.co.id/Andrew Tito
VIVA – Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif memberhentikan Zainul Maarif dari jabatannya sebagai pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU DKI Jakarta.
Pemecatan Zainul Maarif dari LBM NU DKI Jakarta itu buntut kunjungannya bersama empat aktivis muda NU ke Israel dan bertemu Presiden Israel Isaac Herzog awal bulan ini. Video dan foto kunjungan Zainul Maarif dan kawan-kawan ke Israel itu pun memicu kontroversi dan kecaman publik.
"Memutuskan bahwa beberapa orang yang terlibat langsung dan tak langsung dalam keberangkatan anak NU ke Israel itu diberhentikan dari kepengurusan Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta, Yang diberhentikan Zainul Maarif yang ikut berangkat langsung ke Israel,” kata KH Samsul dalam keterangannya di PWNU Jakarta, Kamis 18 Juli 2024.
5 Tokoh Muda NU Pose Bersama Presiden Israel Isaac Herzog (Doc: X)
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Samsul mengatakan pemecatan Zainul berdasarkan hasil rapat gabungan Tanfidziyah dan Syuriah PWNU DKI Jakarta.
Pihak PWNU DKI juga memanggil Zainul dan juga pengurus LBM NU lainnya untuk memberikan klarifikasi atas pertemuannya dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Selain Zainul Maarif, PWNU DKI Jakarta juga memberhentikan pengurus LBM NU DKI Jakarta lainnya seperti Mukti Ali Qusyairi, Roland Gunawan, Sapri Saleh, Mukti, Roland, dan Sapri karena terlibat dalam organisasi Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian (RAHIM) yang teafiliasi ke Yahudi Israel.
Untuk diketahui sebanyak lima nahdliyin mengunjungi Presiden Israel Isaac Herzog dan fotonya viral di media sosial. Kelima orang tersebut berasal dari sejumlah lembaga di bawah naungan PBNU, seperti Fatayat NU, Pengurus Pusat (PP) Pagar Nusa NU, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten.
Kelima nahdliyin yang bertemu itu di antaranya Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun dan Izza Annafisah Dania yang merupakan pengurus di badan otonom maupun pengurus wilayah NU di tingkat provinsi.
Pertemuan itu mengakibatkan banyaknya kecaman publik dan berbuntut permintaan maaf dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
