Polemik 5 Tokoh Muda NU, Propaganda Berulang Israel di Indonesia

5 Tokoh Muda NU Pose Bersama Presiden Israel Isaac Herzog (Doc: X)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

VIVA - Polemik lima tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) yang mengunjungi Israel dan melakukan pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog, seolah menjadi preseden bagi individu atau lembaga di Indonesia bebas tanpa aturan melakukan hubungan negara Israel.

Pra MLB NU Dimulai di Surabaya, Lokasi Acara Dirahasiakan

Diketahui, pemerintah Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel karena mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Indonesia juga terus menggalang dukungan banyak negara, untuk menekan Israel agar menghentikan genosida di Gaza. 

Di sisi lain, masih banyak individu -- maupun lembaga non-pemerintah di Indonesia yang menjalin lobi-lobi dan melakukan dialog dengan pihak Israel, berdalih memenuhi undangan, urusan akademik dan sebagainya.

Oposisi Bersenjata Suriah: Israel Harus Mundur ke Posisi Sebelumnya

Gus Yahya Bertemu PM Israel Netanyahu 2018 lalu

Photo :
  • Twitter Benjamin Netanyahu

Seperti yang dilakukan 5 tokoh muda NU yang melakukan kunjungan ke Israel, melakukan dialog antaragama dan ujungnya bertemu Presiden Israel Isaac Herzog. Padahal, dunia saat ini tengah mengecam Israel karena kekejamannya di Gaza.  

Studi: 96 Persen Anak-anak di Gaza Merasa Dihantui Kematian dan Trauma

Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai polemik 5 warga NU ke Israel ini seperti peristiwa berulang yang terjadi dari waktu ke waktu. 

Menurutnya, Israel maupun para pendukungnya akan mencoba mengundang tokoh-tokoh atau organisasi yang punya pengaruh di Indonesia untuk datang ke Israel. 

"Tujuannya adalah agar Israel mendapat legitimasi dari masyarakat Indonesia. Ini yang saya sebut people to people, jadi nanti apa yang mereka lihat disana, kemudian mereka bertemu Presiden Israel, untuk disampaikan bahwa Israel tidak seperti yang dibayangkan Indonesia," kata Hikmahanto dalam perbincangan di tvOne dikutip Rabu, 17 Juli 2024.

Prof Hik, begitu disapa, menganggap naif jika dalam pertemuan dengan pihak Israel, para tokoh dari Indonesia itu menyampaikan konsennya terhadap kemerdekaan Palestina, dan meminta agar Israel menghentikan agresinya.  

"Sangat naif kalau bisa meyakinkan Presiden Israel untuk menghentikan serangan ke Gaza, kenapa? Karena Presiden cuma simbol saja yang punya peran aktif ya Perdana Menteri, Presiden tidak bisa melakukan apa-apa," ujarnya

Propaganda Israel

Senada, Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf menilai kunjungan 5 tokoh NU ke Israel tidak etis sebagai seorang manusia, Muslim, apalagi mereka berasal dari organisasi Islam terbesar, NU. Kunjungan itu dilakukan di tengah kekejaman genosida Israel di Gaza.

Sebaliknya dari pihak Israel, menurut Faisal, kunjungan 5 tokoh NU ini justru menjadi keuntungan. 

"Ketika Israel sudah terpojok dengan desakan internasional, citranya tercoreng dengan membantai rakyat Gaza, ternyata ada orang dari negara muslim terbesar di dunia berkunjung ke sana. Apalagi ini dari negara yang pernah dijajah. Artinya tidak etis sebagai bangsa yang pernah dijajah bertemu dengan negara yang sedang menjajah Palestina yaitu Israel," terang Faisal

Ia menganggap peristiwa kunjungan kontroversial tokoh-tokoh Indonesia ke Israel akan selalu berulang. Sebelum 5 tokoh NU ini, ada KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya (Ketua Umum PBNU saat ini) yang juga mengunjungi Israel.

Gus Yahya Bertemu PM Israel Netanyahu 2018 lalu

Photo :
  • Twitter Benjamin Netanyahu

Ada juga 3 petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terbang ke Israel, dan melakukan pertemuan di sana -- termasuk diantaranya tokoh NU, KH Marsudi Syuhud.  

Beberapa wartawan dari media ternama di Indonesia juga pernah diundang ke Israel. "Israel punya kepentingan propaganda, atau kontra propaganda, ketika citra mereka negatif di dunia internasional mereka harus melakukan propaganda itu," ujar Faisal 

Dalam konteks ini, Faisal mengkritik lemahnya Indonesia sebagai bangsa karena tidak memiliki aturan legal yang menjamin dan mengikat dukungan terhadap kemerdekaan Palestina kepada warga negaranya.

"Kita hanya mengandalkan pembukaan UUD'45 bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, tapi dalam konstitusi kita itu tidak ada aturan pasal-pasal yang melarang karena kita bela Palestina maka kita tidak boleh berhubungan baik individu, perusahaan dengan israel. Itu tidak ada. Ataupun aturan dibawahnya seperti UU itu tidak ada," kata Faisal

Berbeda dengan negara-negara Muslim lainnya, seperti Iran, Lebanon, Aljazair, mereka memiliki konstitusi yang mengikat dan melarang hubungan baik individu maupun perusahaan apalagi pemerintah untuk berhubungan dengan entitas Israel. 

"Artinya kita punya kelemahan itu, kasus ini akan terus berulang, dan Israel akan memanfaatkan celah hukum Indonesia yang tidak bisa melarang warganya melakukan kontak atau hubungan dengan mereka," ungkapnya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya