Longsor Maut di Gorontalo dan Papua Tengah, BNPB Ingatkan Pemda Tertibkan Tambang Tradisional

Sejumlah personel Polri membawa korban longsor di Desa Tulabolo, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa, 9 Juli 2024.
Sumber :
  • ANTARA

Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan pemerintah daerah (pemda) dan otoritas terkait untuk tegas dalam upaya penertiban aktivitas pertambangan rakyat/tradisional yang sudah kian memperbesar dampak bencana kepada masyarakat.

Perusahaan Ini Tidak Bisa Diam saat Lihat Bencana

“Sampai berapa puluh nyawa lagi yang hilang supaya kita bisa benar-benar menertibkan aktivitas ini,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam siaran daring yang diikuti di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024.

Abdul menjabarkan bahwa bukan rahasia umum kalau aktivitas pertambangan rakyat yang notabene tak berizin dan jauh dari standar profesional eksplorasi sumber daya alam adalah salah satu faktor pemicu besarnya dampak bencana kepada masyarakat.

Banjir dan Tanah Longsor di Soppeng Sulsel, Satu Orang Hilang

Proses evakuasi jenazah korban longsor di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Rabu, 10 Juli 2024.

Photo :
  • ANTARA

Dua peristiwa longsor di areal tambang dalam rentang waktu kurang dari dua pekan terakhir setidaknya dapat menjadi contoh yang memperkuat gagasan tersebut.

GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

Pusdalops BNPB mencatat peristiwa longsor areal tambang emas di Bone Bolango, Gorontalo, dengan jumlah warga meninggal dunia 27 jiwa dan 19 orang warga dinyatakan hilang, 7 Juli.

Selanjutnya, pada Minggu, 14 Juli, 7 warga meninggal dunia di lokasi penambangan emas tradisional pegunungan distrik Wini, Mimika, Papua Tengah.

Menurut dia, dua peristiwa tersebut sepatutnya menjadi sinyal kalau keseriusan dan ketegasan Pemda dalam menegakkan hukum pada pertambangan tak berizin sangat dibutuhkan.

Korban longsor di Timika

Photo :
  • VIVA.co.id/Aman Hasibuan (Papua)

Dalam hal ini pula pihaknya menilai keselamatan masyarakat dan harmonisasi ekosistem harus menjadi yang lebih di prioritaskan ketimbang aspek kemanfaatan ekonomi yang dihasilkan dari tambang.

“Gakkumnya harus ditegakkan di atas apapun itu untuk menertibkan hal seperti ini,” ujarnya.

Di sisi lain, Abdul juga berharap, semua pihak di daerah, termasuk masyarakat untuk tidak mengabaikan peringatan dini hasil analisa prakiraan cuaca yang setiap hari bahkan dalam hitungan jam disampaikan oleh BNPB dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Ia mencontohkan, sebelum terjadi bencana, semua daerah di wilayah Indonesia bagian tengah hingga bagian timur sudah diminta untuk tidak beraktivitas di daerah rawan seperti perbukitan, bantaran sungai dan seterusnya dalam beberapa pekan ke depan.

Dalam analisa tim meteorologi tersebut telah memprakirakan wilayah Indonesia bagian tengah ke timur akan dilanda hujan intensitas sedang-deras dari dasarian ketiga bulan Juni sampai dengan 22 Juli 2024, dan berpotensi menimbulkan dampak bencana banjir, longsor dan seterusnya.

Peringatan ini berlaku tak terkecuali Gorontalo dan Papua karena menurut dia, daerah-daerah tersebut secara topografi dalam wilayah perbukitan/dataran tinggi yang rawan longsor, konstruksi permukaan tanahnya labil dan menjadi semakin labil karena penambangan sehingga akan ambruk begitu saja digulung hujan.

"Sekali lagi perihal tambang dan kebencanaan seperti ini mesti jadi atensi kita bersama," ujarnya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya