Suhu Ekstrem hingga 5 Derajat, Embun Es Muncul di Lautan Pasir Gunung Bromo
- VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)
Bromo – Fenomena kemunculan frost atau embun es terjadi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Fenomena ini menambah eksotika kawasan lautan pasir Gunung Bromo.Â
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani mengatakan, suhu dingin imbas dari penurunan suhu udara secara ekstrem di Pulau Jawa termasuk di kawasan TNBTS. Penurunan suhu ekstrem di kawasan TNBTS menyebabkan munculnya fenomena embun es dimana masyarakat lokal sering menyebutnya dengan embun upas.Â
"Embun upas atau frost merupakan fenomena yang sering terjadi khususnya di kawasan TNBTS khususnya saat musim kemarau. Embun upas terjadi karena udara dingin akibat angin munson timur yang berembus dari benua Australia," kata Septi.Â
Septi mengatakan, fenomena embun es terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5 hingga 9 derajat celsius. Fenomena di Gunung Bromo ini hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna. Setelah itu embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi.
"Pada musim kemarau, cuaca cenderung lebih dingin karena adanya penurunan suhu yang cukup ekstrem. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus," ujar Septi.
Septi mengatakan, kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan lautan pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik.Â
"Bagi calon pengunjung yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, memakai sarung tangan, kupluk atau kerpus. Serta bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisinya sebaik atau sebaik mungkin," ujar Septi.Â
Dalam imbauan BMKG kepada Kementerian atau Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).Â
Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.Â