Gandeng BSMI, UB Siapkan Beasiswa Pendidikan Dokter Spesialis untuk Mahasiswa Palestina
- Istimewa
Malang - Universitas Brawijaya (UB) bekerja sama dengan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dalam program membantu mahasiswa asal Gaza, Palestina. Program bantuan itu terkait menyediakan program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Kerja sama itu diteken di Kampus Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Sabtu, kemarin. Upaya itu juga dilakukan sebagai bentuk pemberian beasiswa pendidikan kepada dr Ikram Medhat Abbas, dokter asal Palestina, yang baru mengungsi dari Gaza.
Momen penandatangan kerja sama itu dilakukan Sekretaris UB Dr Tri Wahyu Nugroho dan Sekretaris Jenderal BSMI Muhammad Rudi. Penandatanganan itu berlangsung di sela seminar internasional 'Solidarity and Humanity, Standing Together for Palestine' yang dihadiri pembicara dari Palestina, Malaysia dan Indonesia.
Ketua Tim UB-Palestine Solidarity Prof Setyo Widagdo menyampaikan, pihaknya komitmen mewujudkan salah satu ikhtiar Tridharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Menurut Setyo, Program UB-Palestine Solidarity yang diinisiasi UB sudah dijalankan sejak Desember 2023. Kata dia, lewat program tersebut, UB sudah melakukan beberapa program seperti membantu mahasiswa Fakultas Teknik dari Palestina yang overstay. Selain itu, melakukan penggalangan dana senilai berkisar Rp700 juta hingga melakukan penyuluhan, kampanye, dan pernyataan sikap atas isu Palestina.
Adapun, Ketua Umum Dewan Pimpinan National (DPN) BSMI Muhamad Djazuli Ambari menaruh harapan ikhtiar pihaknya Bersama UB jadi momentum bagi kampus lain untuk bantu perjuangkan Palestina lewat program pendidikan.
Dia menyebut UB bisa jadi pelopor dalam mengorganisasikan kampus di seluruh dunia dalam kontribusi untuk menyediakan program pendidikan bagi pelajar Palestina.
Sementara, penerima program beasiswa dokter spesialis, dr Ikram Medhat Abbas mengapresiasi inisiasi UB dan BSMI. Ibu satu anak yang hendak mengambil program obsgyn itu mengungkapkan, dia sudah menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran di Gaza. Namun, karena kebrutalan militer Israel, rumahnya hancur.
Dia menceritakan, keluarga dari pihak suaminya juga sudah jadi syuhada akibat dibom zionis Israel. Ikram mengaku meninggalkan Gaza bersama ayah, ibu dan anak semata wayangnya, Hayya. Dia kehilangan keluarga dari suaminya yang wafat imbas serangan Israel.
Dengan nada suara bergetar, Ikram terharu dan ingin berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Ia ingin menyampaikan perasaan senang dan ucapan terimakasih atas beasiswa tersebut.
"Di Palestina saya sudah menyaksikan bantuan-bantuan dari Indonesia. Bantuan medis atau makanan. Kami terasa senang karena sudah kehilangan semuanya. Kami sangat berterimakasih dan terharu tentang bantuan ini," kata Ikram.
Bagi dia, Indonesia sudah dianggapnya sebagai negara kedua setelah Palestina. Menurut Ikram, rakyat Indonesia yang baik bersedia mengundangnya saat terkena musibah.
"Saya harap kita bisa bersama-sama tetap berjuang sampai salat bersama di Masjidil Aqsa," ujar dia.