Eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Divonis 4 Tahun Penjara

Sidang Vonis Muhammad Hatta
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Mantan Direktur Alat dan Mesin di Kementan RI Muhammad Hatta divonis empat tahun penjara dalam kasus korupsi di Kementan RI. Hatta melakukan korupsi tersebut berbarengan dengan mantan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo alias SYL dan eks Sekjen Kementan RI Kasdi Subagyono.

KPK Sita Rumah Mewah di Medan Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Jakarta Utara

Hatta juga divonis untuk membayar denda sebanyak Rp200 juta dalam kasus korupsinya.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," ujar hakim di ruang sidang pada Kamis 11 Juli 2024.

Jaksa Dakwa Eks Sekretaris Basarnas Rugikan Negara Rp20,4 Miliar

Sidang Vonis Muhammad Hatta

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Hakim memberikan hal memberatkan kepada Hatta berupa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

Tanggapan Pihak Eks Bos Timah soal Kesaksian Auditor BPKP di Sidang Korupsi Timah

Selain itu, hal yang meringankan untuk Hatta yakni Terdakwa belum pernah dihukum. Sepanjang pengamatan majelis hakim, terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan persidangan. Terdakwa tidak menikmati hasil korupsi secara materi. Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya.

Vonis untuk Hatta lebih rendah dibandingkan tuntutan daei jaksa KPK. Jaksa saat itu menuntut 6 tahun penjara.

Hakim pun meyakini Hatta melanggar pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sidang korupsi tata niaga timah

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Saksi ahli mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP.

img_title
VIVA.co.id
16 November 2024