Korban Salah Tangkap Berhak Dapat Ganti Rugi, Maksimal Rp 600 Juta
- Repro Instagram Narkoba Metro
Jakarta – Korban salah tangkap dapat mendapatkan ganti rugi melalui proses hukum yang ada di Indonesia. Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa kompensasi materil maupun nonmateril, mulai dari kerugian finansial, reputasi, dan kesehatan.
Proses ganti rugi dimulai dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, di mana korban harus membuktikan bahwa ia salah tangkap karena kesalahan suatu pihak. Jika pengajuannya diterima, korban salah tangkap dapat memperoleh ganti rugi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Misalnya kasus Oman Abdurohman, seorang warga asal Banten yang ditangkap oleh polisi di Lampung Utara karena diduga terlibat dalam kasus perampokan. Namun, setelah praperadilan, ia dinyatakan bebas karena tidak terbukti bersalah. Oman mendapatkan ganti rugi sebesar Rp222 juta setelah pengadilan menetapkan bahwa ia adalah korban salah tangkap.
Kasus salah tangkap lainnya yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus Pegi Setiawan. Awalnya, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016. Pegi dinyatakan bebas setelah hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatannya praperadilan. Meskipun sampai artikel ini dibuat belum ada informasi pasti tentang ganti rugi yang diterima oleh Pegi.
Oman, Pegi dan korban salah tangkap lain mengalami berbagai kehilangan hak akibat dari tindakan penangkapan yang tidak sah. Hak yang hilang meliputi hak hidup yang dapat menyebabkan penderitaan fisik dan mental serius, hak pemilikan yang mengakibatkan kehilangan harta benda atau properti, hak kehormatan yang membuat korban merasa dipermalukan, hak kemerdekaan yang mengakibatkan hilangnya kebebasan, hak persamaan yang mengakibatkan diskriminasi, dan hak ilmu pengetahuan yang menghalangi akses terhadap informasi atau pendidikan.
Korban salah tangkap berhak menuntut penegak hukum yang melakukan penangkapan tidak sah. Tuntutan ini sah karena korban kehilangan berbagai hak penting tersebut yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
Berdasarkan Pasal 95 Ayat 1 KUHAP, tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti rugi karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
Berdasarkan Pasal 9 PP Nomor 92 Tahun 2015, besarnya ganti kerugian yang dapat diperoleh oleh tersangka atau terdakwa korban salah tangkap telah mengalami perubahan yang signifikan.
Sebelumnya, ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Namun, dengan diberlakukannya PP Nomor 92 Tahun 2015, besarnya ganti kerugian menjadi paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 100 juta.
Apabila korban salah tangkap mengakibatkan luka berat atau cacat mendapatkan ganti rugi paling sedikit Rp 25 juta dan paling banyak Rp 300 juta dan apabila korban salah tangkap mengakibatkan kematian, maka mendapatkan ganti rugi paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 600 juta.