Kelakar Mendagri Tito ke Para Bupati: Populasi Turun, Jangan Sering Kunker ke Jepang

Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian
Sumber :
  • Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

VIVA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, mengingatkan para bupati se-Indonesia agar tidak terlalu sering melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Jepang, akibat fenomena anjloknya populasi penduduk di Negeri Matahari Terbit tersebut.

Viral 'Geng PMI' di Jepang Meresahkan, Kemlu RI Minta WNI Jaga Nama Baik Indonesia

Kelakar itu disampaikan Tito di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Tahun 2024, yang digelar di JCC Senayan, Jakarta.

Dia menjelaskan, saat kunjungan kerja ke Jepang beberapa waktu lalu, kondisi yang dikhawatirkan oleh pemerintah Jepang tak lain adalah masalah minusnya perkembangan populasi akibat urbanisasi dari desa ke kota.

Deklarasikan Diri Maju Pilbup Bandung Barat, Jeje Govinda Diserang Netizen

Dimana, 93 persen penduduk Jepang tinggal di kota-kota besar seperti Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Sementara hanya 7 persen masyarakat yang tinggal di desa, dan justru didominasi oleh kalangan orang tua.

Desa Iyashi No Sato Nenba di Jepang.

Photo :
  • VIVA/Lutfi Dwi Puji Astuti
Bursa Asia Menguat Terdorong Laporan Pengangguran dan PDB AS yang Meredakan Kekhawatiran Resesi

"Hal ini membuat anak muda Jepang kompetitif dan hanya memikirkan pendidikan dan hidup di kota, sehingga tidak mengurusi pernikahan," kata Tito di JCC Senayan Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.

Kondisi itu mengakibatkan banyaknya potensi desa-desa di Jepang ditinggalkan, karena anak-anak mudanya terjebak di kehidupan kota yang sangat kompetitif dan berbiaya mahal. Mereka pun jadi fokus pada pendidikan yang baik untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, serta gaji yang bagus. Supaya nantinya mereka bisa saving untuk masa depan, meskipun saat ini setidaknya mereka hanya bisa survive untuk kehidupan sehari-hari.

"Ini yang membuat mereka fokus pada pendidikan dan kesehatan, akhirnya mereka terlambat kawin. Kawin umur 30-an bahkan banyak yang enggak kawin. Bahkan kalaupun kawin pun, anaknya cuma 1 atau 2 orang," ujarnya.

Namun, Tito mengakui bahwa kondisi itu berbanding terbalik dengan di Indonesia yang pertumbuhan populasinya sangat tinggi, sehingga kalangan anak mudanya sangat banyak dan aging population-nya sedikit berbanding terbalik dengan Jepang. Dimana aging population-nya Jepang menjadi dominan lebih banyak, sehingga mereka justru menjadi beban bagi usia produktif.

Tito pun mengaku yakin bahwa Indonesia bisa menjadi negara yang dominan, karena memenuhi tiga syarat. Antara lain yakni memiliki angkatan kerja yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan memiliki wilayah yang luas. Karenanya, Dia pun berkelakar dan meminta para bupati yang hadir di acara Rakernas Apkasi kali ini, untuk tidak terlalu sering melakukan kunjungan kerja ke Jepang.

"Makanya saya bilang jangan terlalu banyak kunjungan kerja ke Jepang sekarang ya," kelakar Tito sambil diiringi tawa.

Meski demikian, Tito menjelaskan bahwa maksudnya membandingkan kondisi pertumbuhan populasi antara Indonesia dan Jepang itu, adalah sebagai salah satu upaya untuk melihat kekurangan, kelebihan, dan potensi yang bisa dimanfaatkan dari adanya perbandingan populasi tersebut untuk diambil nilai positifnya.

"Saya hanya ingin compare, karena salah satu yang bisa membuat kita lebih terbuka dan menerima satu argumen adalah dengan cara komparatif membandingkan, baru kita bisa jelas. Kalau enggak membandingkan, kita bagai katak dalam tempurung, enggak bisa mengukur diri sendiri," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya