Tak Cuma Dipecat, Mahfud MD Sebut Hasyim Asy'ari Bisa Dipidana karena Asusila
- Youtube Mahfud MD Official
VIVA – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengatakan, eks ketua KPU, Hasyim Asy'ari dapat dikenakan hukum pidana dan dipecat dari PNS buntut tindakan asusila yang dilakukannya.
"Saya berpikir langkah hukum yang lain mungkin saja dia itu dikenakan pidana, bisa delik aduan kalau ada yang mengadukan, yang mengadukan itu hanya boleh istri atau suami, yang pelaku kan. Kemudian, ada hukum kepegawaian, dia Pegawai Negeri Sipil (PNS)," ujar Mahfud dikutip dalam podcast Terus Terang Mahfud MD, Rabu, 10 Juli 2024.
Ia menuturkan, sesuai peraturan disiplin PNS, seseorang yang melakukan tindak pidana itu dapat diberhentikan berdasar hukum administrasi kepegawaian secara tidak dengan hormat.
"Sehingga, menurut saya, Undip (Universitas Diponegoro) misalnya, harus mengambil prakarsa untuk memberhentikan dia tanpa ada pengaduan lagi karena buktinya sudah berdasar proses semacam ajudikasi. Ya, (Hasyim Asy'ari) PNS di Undip, itu harus diberhentikan, dan menurut saya itu penting bagi perguruan tinggi," kata Mahfud.
Saat menjabat Menpan-RB, Mahfud mengaku pernah memberhentikan seorang dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) karena melakukan tindakan-tindakan asusila.
Saat itu, ia menerangkan, pelaku melakukan pelecehan dan hubungan seksual di luar nikah, dan ada 4 orang korban melapor. Setelah oleh UGM dan Mendikbud diputuskan dipecat, di tingkat terakhir Mahfud memutus dosen itu dipecat tidak dengan hormat.
"Pada tingkat terakhir kan ada Majelis Kepegawaian dipimpin oleh Menpan-RB, waktu itu saya Menpan-RB, ya kita berhentikan, ya Menpan-RB ad interim waktu itu, saya berhentikan. Di sidang itu kita katakan layak diberhentikan, berhentikan, dipecat sekarang tidak dengan hormat, gitu ya," ujar Mahfud.
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu merasa, tindakan tegas penting sebagai pembelajaran semua dosen berbagai perguruan tinggi. Jadi, selain dipecat sebagai Ketua KPU, Hasyim Asy'ari bisa dikenakan pidana dan dipecat sebagai PNS.
"Sudah dipecat sebagai Ketua KPU, sekarang sebagai dosen menurut saya juga harus diberhentikan. Kalau perlu juga istrinya itu bisa melakukan pelaporan atau pengaduan, istilah dalam hukum pidana, karena itu delik aduan," kata Mahfud.
Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu melihat model seleksi ketua-ketua lembaga mau diatur seperti apapun jika tidak tahan atas intervensi dari luar akan tetap sama. Sebab, penyelenggara pemilu ini sudah merupakan hasil perubahan demi perubahan.
Jangan Sampai Dapat Jabatan
Apalagi, ia mengingatkan, sistem rekrutmen yang ada di Indonesia belakangan malah lebih banyak diisi tawar-menawar politik. Dari sistem seperti itu, Mahfud berpendapat, siapa yang memiliki kekuatan politik yang bisa menduduki jabatan-jabatan strategis.
"Tapi, ya sudahlah. Kalau aturan hukum, kalau terkait itu melakukan pelanggaran hukum bisa dipidanakan kan, kalau nanti terbukti menerima suap, menerima apa, mengacaukan pemilu, tapi yang itu kan tidak terbukti sudah, etikanya kan terbukti, etikanya sudah diberhentikan sebagai Ketua KPU," ujar Mahfud.
Menteri Pertahanan periode 2000-2001 itu mengaku heran, orang seperti itu bisa dipilih sebagai ketua lembaga negara. Ia berharap, setelah ini ada lagi tindakan tegas diberikan, dan jangan sampai dia malah mendapat jabatan-jabatan strategis lain.
"KPU itu lembaga negara, kok bisa terpilih, orang tidak tahu malu, tidak pernah takut dan melakukan pengulangan perbuatan amoral seperti itu, itu kan luar biasa, sehingga menurut saya ya hukumannya, kalau hanya dipecat sih ya kok ringan. Itu akan menjadi bencana bagi bangsa ini kalau itu (misal, diberikan jabatan lain) terjadi," kata Mahfud.
Ia menekankan, pendapat yang disampaikannya ini merupakan murni atas kepakaran di bidang hukum, terutama tata negara. Serta, wujud kecintaan sekaligus kepedulian terhadap bangsa dan negara maupun masa depan demokrasi Indonesia.
"Karena ini sering ada orang mengatakan, Pak Mahfud itu karena sudah kalah mengatakan itu, tidak, saya nyatakan sekarang, sudah lama saya menyatakan Pileg dan Pilpres itu sudah sah secara konstitusional karena keabsahan Pileg dan Pilpres itu kalau dikonfirmasi MK, dikonfirmasi itu artinya sudah selesai tidak ada masalah," tutur Mahfud.