Kata Mendagri soal Cuitan Mahfud MD Terkait KPU Tak Layak jadi Penyelenggara Pilkada

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian
Sumber :
  • Kemendagri

Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian turut memberikan respons atas cuitan mantan Menkopolhukam RI Mahfud MD yang menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tak layak jadi penyeleggara Pilkada. Menurut Tito saat ini seluruh elemen bangsa secara bersama-sama harus mengawasi kinerja KPU

Bawaslu Minta Sentra Gakkumdu Rumuskan Lagi Hukum Acara Pemilu

Tito juga menjelaskan bahwa jangan sampai bergantung kepada satu orang saja. Sebab, sistem tetap berjalan.

"Pendapat saya, ya kita awasi bersama-sama KPU ya, jangan tergantung pada satu orang, sistemnya berjalan gitu," ujar Tito Karnavian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Senin 8 Juli 2024.

Kaleidoskop Pilkada 2024: Gelombang Demo efek DPR vs MK, Anies Gagal Berlayar, PDIP Takluk di Kandang

Mendagri Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2024

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Meski begitu, Tito juga belum membaca secara jelas cuitan yang dilakukan oleh Mahfud MD.

PTUN Banjarbaru Tolak Gugatan Sengketa Pilkada

Sebelumnya diberitakan, Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menyoroti kasus tindakan asusila yang dilakukan oleh ketua KPU, Hasyim Asy'ari. Ia juga mengaku heran karena KPU memiliki fasilitas yang fantastis serta berlebihan. Ia meminta pemerintah dan DPR RI segera menindaklanjuti fasilitas bagi komisioner KPU tersebut.

"Pasca putusan DKPP memecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari kita terus terkaget-kaget dengan berita lanjutannya. Info dari obrolan sumber Podcast Abraham Samad SPEAK UP, setiap komisioner KPU sekarang memakai 3 mobil dinas yang mewah, ada juga penyewaan jet (untuk alasan dinas) yang berlebihan, juga fasilitas lain jika ke daerah yang (maaf) asusila. DPR dan Pemerintah perlu bertindak, tidak diam," ujar Mahfud dikutip dari akun X resminya @mohmahfudmd, pada Senin, 8 Juli 2024.

Menurut Mahfud, KPU sudah tak layak menjadi penyelenggara Pemilu atau Pilkada di Indonesia. Ia meminta komisioner KPU perlu dirombak tanpa mengganggu proses Pilkada serentak yang akan digelar November 2024 mendatang.

"Secara umum KPU kini tak layak menjadi penyelenggara pilkada yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. Pergantian semua komisioner KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda Pilkada November mendatang. Juga tanpa harus membatalkan hasil pemilu yang sudah selesai diputus atau dikonfirmasi oleh MK. Pilpres dan Pileg 2024 sebagai hasil kerja KPU sekarang sudak selesai, sah, dan mengikat," kata Mahfud.

"Ada vonis MK No. 80/PUU-IX/2011 yg isinya 'jika komisioner KPU mengundurkan diri maka tidak boleh ditolak atau tidak boleh digantungkan pada syarat pengunduran itu harus diterima oleh lembaga lain'. Ini mungkin jalan yang baik jika ingin lebih baik," imbuhnya.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebelumnya menjatuhi sanksi berupa pemecatan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari.

Hasyim dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa tindakan asusila terhadap Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Jakarta pada Rabu, 3 Juli 2024.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, The Interview

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Ia menjelaskan bahwa putusan ini harus segera dilaksanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secepatnya. DKPP meminta Jokowi menindaklanjuti paling lambat tujuh hari setelah putusan diketuk.

"Presiden RI untuk melakukan putusan ini terhitung 7 setelah putusan ini," tegasnya.

Sementara itu, Komisioner KPU RI August Mellaz mengungkap alasan pihaknya tidak menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas putusan DKPP RI yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua Hasyim Asy'ari terkait kasus dugaan asusila.

Mellaz menekankan bahwa kasus Hasyim adalah pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan secara pribadi. Hal ini juga tidak berkaitan dengan KPU RI sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

"Teman-teman yang jelas, kalau kasus pelanggaran kode etik pemilu, ya kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu itu persoalan pribadi-pribadi. Di situ," ujarnya ditanyai awak media di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya