Jelang Putusan, Majelis Hakim Diminta Pertimbangkan Pledoi SYL

Sidang Tuntutan Syahrul Yasin Limpo (SYL) kasus Pemerasan dan Gratifikasi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Penasihat Hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL), Sri Sinduwati optimis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor bakal menjadikan pledoi atau pembelaan kliennya sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil putusan atau vonis terhadap mantan Menteri Pertanian tersebut.

Komjen Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK, Yudi Purnomo: Ada Tugas Berat Memulihkan Kepercayaan Publik

Diketahui, SYL membacakan pembelaan atas tuntutan 12 tahun penjara yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Rencananya, majelis hakim akan mengambil vonis atau putusan terhadap SYL pada 11 Juli 2024.

Menurut dia, ada beberapa poin penting dalam pledoi SYL yang harus dipertimbangkan majelis hakim, di antaranya tidak adanya saksi yang menguatkan dakwaan jaksa tentang perintah urunan atau permintaan uang dari SYL.

DPR Telah Pilih Lima Dewas KPK Periode 2024-2029, Tumpak Hatorangan: Mudah-mudahan Lebih Baik

Sebab, kata dia, dua saksi telah menyampaikan saat pemeriksaan di Pengadilan Tipikor pada 6 Mei 2024, yakni Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Ali Jamil Harahap; dan Pegawai Biro Umum Kementerian Pertanian. Menurut dia, kedua saksi menjawab dengan tegas tidak pernah mendengar langsung dari SYL terkait adanya perintah urunan tersebut.

Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juni 2024

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jadi Ketua KPK, Komjen Setyo Budiyanto Bakal Segera Lakukan Ini

Tak hanya itu, lanjut Sinduwati, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono juga menyampaikan bahwa SYL pernah memerintahkan anak buahnya untuk menolak permintaan apapun yang mengatasnamakan dirinya. 

Sehingga, Sinduwati mengatakan keterangan para saksi itu menunjukkan dakwaan dan tuntutan jaksa yang menyebut SYL melakukan pemerasan tidak sepenuhnya bisa dibuktikan. 

”Keterangan saksi (Panji Hartanto dan beberapa saksi) hanya mendengar dari kata orang lain yang hanya ‘katanya’ saja,” kata Sinduwati dikutip pada Senin, 8 Juli 2024.

Sesuai ketentuan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP, Sinduwati menerangkan bahwa saksi adalah orang yang memberikan keterangan berdasarkan apa yang didengar, dilihat atau dialami sendiri. Tak hanya itu, ketentuan Pasal 185 Ayat (6) KUHAP juga dijelaskan bahwa penilaian kebenaran keterangan seorang saksi didasarkan pada persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain. 

"Sedangkan, keterangan saksi Panji tidak bersesuaian dengan keterangan saksi dan fakta lainnya, sehingga keterangan saksi Panji tidak layak dipercaya keterangannya," kata Sri. 

Maka dari itu, Sinduwati berharap hakim mempertimbangkan apa yang disampaikan SYL dalam pledoinya tersebut. Apalagi, kata dia, SYL juga menyertakan bukti video rekaman keterangan saksi yang menguatkan hal tersebut.

"Pledoi yang disampaikan beliau (SYL) sangat komprehensif dan detail membantah dakwaan dan tuntutan jaksa,” jelas dia.

Sebelumnya diberitakan, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL membacakan nota pembelaan atau pledoi usai dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI. SYL mengaku dirinya dizalimi atas tuduhan korupsi tersebut.

“Saya merasa dizalimi karena dianggap melakukan perbuatan yang memang tidak pernah saya lakukan," kata SYL di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Jumat, 5 Juli 2024

SYL kemudian mengelompokkan nota pembelaan pribadinya itu ke dalam tiga hal. Pertama, menepis tuduhan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian RI. 

"Pertama, saya tidak melakukan perbuatan yang didakwa termasuk yang dituntut terhadap saya, sehingga saya memohon dan berharap atas izin dan kuasa Allah melalui pemikiran jernih Yang Mulia Majelis Hakim sebagai wakil Tuhan di bumi, kebenaran atas ketidak bersalah saya akan dapat diungkapkan," ucap SYL.

Kedua, SYL menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat maupun perilaku koruptif selama mengabdi pada negara. Tanggung jawab yang diemban sebagai Menteri Pertanian, dinilai SYL sebagai bagian ibadah kepada Allah. 

"Yang kedua, rekam jejak kehidupan pribadi dan riwayat pengabdian saya kepada negara yang menunjukkan bahwa watak dan karakter kepribadian maupun kepemimpinan saya selama puluhan tahun mengabdi kepada negara, senantiasa dilandasi niat tulus dan etika baik untuk memberikan sumbangsih bagi bangsa. Serta tidak pernah memiliki niat apalagi perilaku koruptif dan saya jadikan semua tugas saya fungsi saya tanggung jawab saya adalah bagian ibadah saya kepada Allah," ujar SYL.

Terakhir, SYL pun meminta agar Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan bebas terhadap dirinya dalam kasus ini. 

“Yang ketiga, permohonan saya kiranya Yang Mulia Majelis Hakim diberi kekuatan oleh Allah agar dapat menegakkan keadilan terhadap saya dengan menjatuhkan putusan bebas, atau jika tetap menganggap saya bersalah mohon menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya," pungkas dia. 

Diketahui, mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL dituntut hukuman 12 tahun penjara buntut kasus pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Selain itu, SYL juga dituntut membayar pidana denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Jumat, 28 Juni 2024. 

Jaksa meyakini SYL menerima uang dari pegawai Kementan sebanyak Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu (setara Rp 490 juta) selama menjabat sebagai Menteri Pertanian. Maka dari itu, Jaksa pun meminta kepada SYL untuk membayar uang pengganti sejumlah uang yang diterima dia sebesar Rp 44.269.777.204 dan US$ 30 ribu. Jika uang tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan 4 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Perbuatan itu dinilai melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya