Bukti CCTV, Ponpes Al Aziziyah Diduga Abaikan Santriwati Korban Perundungan hingga Meninggal

Ponpes Al Aziziyah di Lombok Barat (Satria)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Satria Zulfikar (Mataram)

VIVA – Kasus kematian santriwati di Lombok menjadi atensi kepolisian. Nurul Izatih (14) santriwati asal Ende – NTT meninggal dunia usai terbaring koma di rumah sakit diduga akibat perundungan sesama santri.

GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

Polresta Mataram Kamis (4/7/2024) kemarin telah memeriksa dua rekan sesama santri untuk mengetahui kronologis perundungan yang mengakibatkan korban sakit dan meninggal dunia.

Pengacara korban, Yan Mangandar Putra membantah klaim pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Al Aziziyah yang mengatakan pada Jumat, 14 Juni 2024, korban pulang dalam kondisi baik-baik saja.

Anak Bos Toko Roti yang Aniaya Karyawati Nangis dan Tertekan di Penjara, Sang Ibu Ingin Damai

Diketahui pada 14 Juni korban dibawa ke Lombok Timur untuk rawat jalan atas inisiatif rekannya sesama santri, karena kondisi korban tengah sakit.

Yan Mangandar mengatakan, berdasarkan hasil rekaman kamera pengawas pada Jumat sore, 14 Juni, jika diamati berulang-ulang terlihat Nurul Izatih keluar Ponpes dengan kondisi hidung luka dan mata bengkak.

DPR Dorong Sinergitas Multilevel Pulihkan Sukabumi sesudah Banjir Bandang

“Baiknya pihak pengurus Ponpes berulangkali bila perlu ratusan kali nonton rekaman CCTV tersebut, baru akan melihat kebenaran bahwa anak korban dengan hidung luka dan mata bengkak,” ujarnya, Jumat, 5 Juli 2024.

Korban keluar menuju mobil tanpa didampingi pihak Ponpes Al Aziziyah.

“Korban berjalan sendirian dengan badan membungkuk karena menahan rasa sakit sambil membawa tas ransel sekolah warna hijau dan satu goodiebag kecil seluruhnya berisi beberapa pakaian tanpa didampingi pengurus ponpes satu pun,” ujarnya.

Pengacara yang tergabung dalam Koalisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak ini juga meminta pihak kepolisian untuk memeriksa CCTV lantai dasar hingga lantai 3 asrama putri utama pada Rabu, 12 Juni 2024.

“Itu agar kelihatan bagaimana sibuknya teman-teman santriwati  mengurus, memberitahu mudabirroh dan bahkan memapah anak korban ke kamar kecil,” ujarnya.

Itu ditegaskan Yan Mangandar untuk membantah klaim pihak Al Aziziyah yang menyatakan mereka tidak lalai mengurus dan mengawasi santri mereka.

“Biar pengurus Ponpes sadar kalau mereka abai dengan santriwati yang mestinya jadi tanggungjawab mereka dalam kondisi sakit parah tanpa dibantu sama sekali,” katanya.

Bahkan, Yan menduga pada rentang waktu 12-14 Juni pihak Al Aziziyah sama sekali tidak mengantar korban yang sakit parah ke Poskestren.

“Karena kami tim kuasa belum temukan informasi itu dari siapapun kecuali pengakuan sepihak pengurus Ponpes di hadapan media tanggal 24 Juni 2024. Kami yakin, seandainya pihak Ponpes peduli dan tidak abai tanggungjawabnya, maka tidak akan terjadi hal buruk ini,” katanya.

Indikasi Kuat

Sebagai informasi, pada Rabu, 26 Juni 2024 keterangan Dokter RSUD Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur, menegaskan bahwa ada benturan benda tumpul di kepala bagian kiri anak korban.

Ini mengindikasikan bahwa terjadi kekerasan terhadap anak korban yang kesehariannya hidup di asrama dan sekolah di Ponpes Al Aziziyah sehingga proses hukum kasus ini naik dari penyelidikan ke penyidikan.

Yan menegaskan ini sekaligus membantah keterangan awal pengurus Ponpes yang berkata apa yang dialami anak Nurul Izatih bukan karena kekerasan, tapi karena mencongkel jerawat di hidungnya menggunakan jarum pentul.

“Dengan fakta-fakta tersebut, Kami meminta jangan sampai ada pihak tertentu mengarahkan kasus kekerasan ini terjadi di luar Ponpes, apalagi menuduh jarum pentul sebagai pelaku kekerasannya,” katanya.

“Rusak logika kita dibuat hanya demi menjaga nama baik lembaga tertentu,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya