KPK Sita Rp22 Miliar Terkait Kasus Korupsi Eks Bupati Langkat

Kerangkeng manusia Bupati Langkat
Sumber :

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan uang sebanyak puluhan miliar dalam dugaan kasus korupsi yang menyeret mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Usut Dugaan Korupsi di PT Jasindo, KPK Sebut Kerugian Negaranya Capai Rp36 Miliar

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan bahwa uang puluhan miliar yang berhasil disita KPK itu didapat penyidik melalui rekening atas nama mantan Bupati Langkat.

"Bahwa uang yang disita jumlahnya sebesar Rp 22 miliar (dua puluh dua miliar rupiah) dan tersimpan pada rekening atas nama tersangka di sebuah bank umum daerah yang telah diblokir sebelumnya oleh KPK sejak 2022," ujar Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 2 Juli 2024.

Peminat Capim dan Dewas KPK Sepi, Juru Bicara: Tunggu Saja, Masih Banyak Waktu

Tessa menjelaskan bahwa penyitaan uang dari tersangka Terbit Rencana Perangin Angin ini terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat. Ia menyebut dugaan korupsi eks Bupati Langkat dilakukan bersama dengan IPA.

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana
KPK Beberkan Alasan Belum Kembalikan Catatan Pribadi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

"Bahwa pada tanggal 25 juni 2024, penyidik kpk telah melakukan penyitaan uang milik tersangka yang diduga terkait langsung dengan penerimaan gratifikasi dan benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa di kabupaten langkat," kata Tessa.

Tessa mengatakan penyitaan uang puluhan miliar ini dilakukan penyidik KPK berdasar melalui pengembangan dari perkara penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang berawal dari kegiatan tangkap tangan terhadap tersangka pada Januari 2022.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat tahun anggaran 2020-2022.

Penetapan tersangka itu setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tujuh orang, pada Selasa malam. "Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari, 20 Januari 2022.

Kasus itu bermula saat Terbit bersama dengan saudara kandungnya, Iskandar PA, mengatur pelaksanaan proyek pekerjaan infrastruktur di Langkat. Terbit memerintahkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi dengan Iskandar untuk memilih kontraktor yang akan menjadi pemenang proyek.

Mereka yang ingin menang proyek diduga harus memberikan fee sebanyak 15 persen dari nilai proyek kepada Terbit dan Iskandar. Fee naik menjadi 16,5 persen bila proyek itu menggunakan mekanisme penunjukkan langsung.

Salah satu kontraktor yang menang untuk mengerjakan sejumlah proyek adalah Muara Perangin-angin. Dia memenangkan proyek senilai Rp4,3 miliar. Beberapa proyek lainnya dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar. KPK menduga fee yang diberikan Muara kepada Terbit sebanyak Rp786 juta.

KPK menduga Terbit tidak menerima uang fee proyek secara langsung. Dia menggunakan Iskandar dan tiga orang swasta, yaitu Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

KPK menetapkan Terbit dan empat orang kepercayaannya menjadi tersangka penerima suap. Sementara Muara ditetapkan menjadi tersangka pemberi suap.

Muara sebagai pihak pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara pihak penerima, yakni Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya