PT SPT Disebut Tidak Lakukan Kerusakan Hutan Lindung

PT SPT lakukan penghijauan di kawasan hutan lindung di Kota Subulussalam. (istimewa/VIVA)
Sumber :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

VIVA – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh menyebutkan PT Sawit Panen Terus (SPT) yang diduga menghilangkan 14 hektare tutupan hutan lindung di Kota Subulussalam, Aceh, sudah melakukan penghijauan kembali.

BKSDA Sebut Aktivitas Perambahan Hutan di Kalbar Diduga Dimodali Pihak Asing

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) VI DLHK Aceh, Irwandi, di Banda Aceh, dalam keterangannya, Senin, 1 Juli 2024. Ia menjelaskan bahwa proses penghijauan tengah di hutan tersebut, sedang berlangsung.

"Seluas 14 hektare tersebut, keterlanjuran dibuka oleh oknum, karena Hutan Lindung berbatasan dengan PT. SPT mereka sudah menanam kembali, dan siap menghijaukan kembali seperti hutan," ucap Irwandi.

Ini Cara Jenderal Maruli Jaga Konservasi Alam di Daerah Latihan TNI AD Kaki Gunung Sanggabuana

Irwandi mengungkapkan berdasarkan hasil temuan di lapangan, kerusakan hutan yang terjadi di sekitar Desa Cipar-pari Timur, Namo Buaya, Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam itu tidak dilakukan PT SPT. 

"Bukan PT SPT yang merusak hutan itu, kita sudah cek ke lapangan, PT itu belum ada dokumentasi hak guna usaha (HGU), kemudian di lokasi kita temukan surat hak milik (SHM) semua," kata Irwandi.

Viral Penampakan Rumah SOPAN di Bekasi, Puluhan Tahun Tak Pernah Buang Sampah Keluar

Irwandi menjelaskan, atas temuan banyaknya kawasan hutan yang diduga berstatus milik pribadi. Maka pihaknya tidak dapat menindak atau meminta pertanggungjawaban PT SPT.

"Kita lihat sudah ada hak milik (SHM) semua, milik pribadi yang mereka buka lahan, kalau mau kita tindak, ya, tindak pribadi, bukan PT SPT. Kalau kita temukan siapa yang masuk ke dalam, ya, kita minta pertanggungjawaban sesuai dengan UU Cipta Kerja," jelas Irwandi.

Irwandi mengatakan pihaknya sudah mendorong PT SPT untuk melakukan penghijauan kembali di kawasan hutan lindung tersebut. Kemudian, menganjurkan penanaman tanaman hutan di kawasan pinggiran sungai, walaupun wilayah tersebut berstatus area penggunaan lain (APL).

"Mereka sudah menanam kembali tanaman kapur, dan sudah menganjurkan agar di daerah pinggiran sungai ditanam tanaman kehutanan sebagai fungsi untuk daya lindung air," kata Irwandi.

Sebelumnya, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA) melalui pemantauan citra satelit menemukan adanya aktivitas pembukaan lahan pada kawasan hutan lindung di sekitar Desa Cipar-pari Timur, Namo Buaya, Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh.

Pembukaan lahan tersebut diduga dilakukan oleh PT SPT tanpa izin. Pemantauan HAkA menunjukkan bahwa kerusakan hutan di lokasi PT SPT dimulai pada bulan Juli 2022, ditandai dengan pembukaan jalan berdasarkan analisis citra satelit pada bulan tersebut.

Total kerusakan hutan yang terjadi dari Juli 2022 sampai April 2024 mencapai 1.655 hektare (ha) Dengan 1.641 ha berada di Area Penggunaan Lain (APL) dan 14 ha kerusakan hutan sudah masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung (HL).

Selain itu, kerusakan hutan juga terindikasi di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Hasil pemantauan kerusakan hutan di KEL mencapai 682 hektare.

Atas hal tersebut, Yayasan HAkA melalui Manager Legal dan Advokasi, Fahmi Muhammad, meminta agar pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini, segera ditindak oleh aparat penegak hukum.

“Pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini jelas merupakan perbuatan ilegal kehutanan. Oleh karena itu, kami meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat,” jelas Fahmi Muhammad.

Diberitakan sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menyebut dugaan perusakan hutan besar-besaran di Kota Subulussalam, Aceh, dampak pembukaan lahan yang dilakukan PT Sawit Panen Terus (PT SPT).

Walhi mengkritik Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Subulussalam, Sairun yang terkesan membela perusahaan dan menyembunyikan beberapa fakta, padahal hingga kini PT SPT tersebut belum memiliki dokumen perizinan apapun, sehingga perusahaan tersebut belum berhak melakukan aktivitas, termasuk land clearing.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya