Kusnadi Staf Hasto Kristiyanto Minta Perlindungan LPSK Takut Didiskriminasi Penyidik KPK
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta - Staf Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yaitu Kusnadi, meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK. Permintaan perilindungan dilakukan oleh Kusnadi, karena ia merasa berpotensi dikriminalisasi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kusnadi datang ke LPSK didampingi penasihat hukumnya, yakni Ronny Talapessy, Petrus Selestinus, Jimmy, dan kawan-kawan di Jakarta, Jumat 28 Juni 2024.
Ronny mengatakan, kedatangan pihaknya ke LPSK ini dalam rangka meminta perlindungan atas kejadian yang telah dialami Kusnadi, terkait intimidasi. Juga untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang.
"Kami melihat dia (Kusnadi) diperlakukan secara tidak adil, melanggar hukum, melanggar hak hukum sebagai warga negara," ujar Ronny.
Selain itu, Ronny juga menjelaskan Kusnadi tidak ada kaitannya dengan perkara hukum Harun Masiku. Namun jelas dia, dijebak oleh penyidik KPK dan kemudian digeledah dan dilakukan perampasan properti milik pribadi dan buku milik partai.
"Saudara Kusnadi tidak ada kaitannya dengan perkara Harun Masiku, namun dijebak oleh penyidik KPK, kemudian digeledah dan kemudian dilakukan perampasan properti milik pribadi. Dan diperlakukan secara semena-mena tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang ada," tegas Ronny.
Agar kejadian serupa tidak terulang, lanjut Ronny, maka Kusnadi perlu melapor ke LPSK. Menurutnya, pihaknya ke lembaga tersebut karena inilah ranah dan kewenangan LPSK untuk memberi perlindungan.
"Jadi kami melihat inilah kewenangan LPSK dalam memberikan perlindungan sehingga kami hadir di sini. Kami sudah melakukan upaya hukum ke Komnas HAM dan juga sudah ke Mabes Polri. Ini merupakan dalam rangka mencari keadilan dan hak-hak hukum supaya dilindungi secara adil," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, tim hukum Kusnadi lainnya, Petrus Selestinus mengatakan status Kusnadi pada pemeriksaan tanggal 10 Juni 2024 lalu di KPK belum jelas.
Ia menambahkan, yang dihadapi oleh Kusnadi di Gedung KPK saat itu seakan menjalani proses penangkapan oleh aparat, dalam hal ini dipimpin AKBP Rossa Purbo Bekti.
“Sehingga apa yang dialami oleh Kusnadi pada 10 Juni di KPK itu adalah peristiwa penangkapan. Karena tiga jam dia dikekang kemerdekaannya oleh penyidik KPK bernama Rossa. Tanpa surat perintah, tanpa surat tugas yang seharusnya diperlihatkan sebelum dia melakukan upaya paksa terhadap diri Kusnadi,” jelas Petrus.
“Jadi dia (Kusnadi) seolah-olah pelaku tertangkap tangan, pengertian tertangkap tangan itu adalah orang yang tengah melakukan tindak pidana atau segera setelah itu terjadi ditangkap oleh siapapun. Nah, itu yang dialami oleh Kusnadi. Karena peristiwa itu mencekam, dia dibentak, dia diinterogasi, tanpa dia tahu apa statusnya. Itu yang membuat dia merasa terancam, bahkan bayangan dia pada waktu itu jangan jangan mau diberi rompi dan diborgol,” paparnya.