Stasiun GAW Umumkan Hasil Pemantauan Terkini Kadar Gas Beracun Erupsi Gunung Marapi
- ANTARA/Altas Maulana
Padang - Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, melaporkan kandungan gas beracun dari erupsi Gunung Marapi masih di bawah ambang batas aman.
"Memang ada indikasi peningkatan SO2 saat erupsi pertama 3 Desember 2023 tapi statusnya masih di bawah ambang batas," kata Kepala Stasiun GAW Bukit Kototabang Sugeng Nugroho di Padang, Rabu, 26 Juni 2024.
Sugeng mengatakan, Stasiun GAW Bukit Kototabang memiliki alat yang dapat merekam kadar gas beracun Gunung Marapi, khususnya sulfur dioksida atau SO2, yang terletak di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar.
Meskipun terjadi peningkatan, Sugeng menegaskan, hal itu belum signifikan memengaruhi kesehatan masyarakat terutama yang bermukim di sekitar Gunung Marapi.
Ia menjelaskan, dampak buruk gas beracun tersebut lebih kepada kulit hingga iritasi mata. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mengeluarkan rekomendasi agar warga menggunakan masker penutup hidung, mulut dan mata agar terhindar dari paparan SO2 serta gas beracun lainnya.
"Yang paling berdampak itu sebenarnya di sekitar lereng Gunung Marapi dan tidak sampai menyebar jauh," ujarnya.
Sejak erupsi pertama Marapi pada 3 Desember 2023 Stasiun GAW Kototabang mencatat sebaran abu vulkanik maupun SO2 lebih banyak mengarah ke bagian barat yang berimbas pada penutupan aktivitas kebandarudaraan.
Saat ini Stasiun Pemantau Atmosfer Global belum memiliki alat portabel yang bisa dibawa kemana untuk mengukur kadar gas beracun. Mahalnya biaya pengadaan menjadi salah satu kendala BMKG untuk penambahan alat.
"Alat portabel yang baru kita miliki itu lebih kepada pengukuran debu atau partikulat, sementara alat portabel SO2 kita belum punya," ujar dia.
Sementara itu, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan mengatakan masih tingginya aktivitas Gunung Marapi berpengaruh pada aktivitas kebandarudaraan hingga penurunan kualitas udara.
Selama ini BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau menggunakan citra satelit Himawari untuk memantau sebaran debu vulkanik. Bahkan, untuk keselamatan penerbangan BMKG menggunakan satelit Darwin Australia. (ant)