BKSDA Sebut Aktivitas Perambahan Hutan di Kalbar Diduga Dimodali Pihak Asing
- VIVA.co.id/Destriadi Yunas Jumasani (Pontianak)
VIVA – Balai KSDA Kalimantan Barat, Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang bersama Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Pos Sungai Bening melaksanakan patroli rutin di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Asuansang.Â
Dalam patroli tersebut tim berhasil menggagalkan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di dalam kawasan.Â
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, RM Wiwied Widodo mengatakan pihaknya mengamankan 5 orang pelaku diduga pelaku PETI.
"Peralatan yang diamankan seperti mesin Robin sebanyak 2 buah, cangkul 2 buah, penggali tanah 2 buah, parang 4 buah, gergaji tangan 1 buah dan satu jeriken berisi 5 liter pertalite," ujar Widodo, Selasa 25 Juni 2024.
Kelima pelaku merambah kawasan hutan dengan menebang dan membuka lahan seluas 50 x 50 meter sampai bersih. Selain itu mereka juga melakukan penggalian tanah sedalam 1 meter dengan luas 2 x 2 meter.Â
"Kelima orang pelaku yang memiliki inisial AP, PS, Ber, MA, dan MS kemudian dibawa ke kantor Resort Konservasi Wilayah (RKW) Sajingan," ungkapnya.
Lanjut Widodo, kelima pelaku diminta membuat Surat Pernyataan bermaterai yang berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan/janji dari pelaku untuk tidak mengulangi melakukan aktivitas PETI di masa mendatang.Â
"Upaya ini dilakukan BKSDA Kalbar sebagai bagian dari upaya penegakan hukum bagi pelaku," terangnya.
Selanjutnya Tim patroli menemukan adanya perambahan hutan seluas 2,3 hektar di TWA Gunung Melintang. Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi alat untuk membersihkan lahan, drum minyak solar sebanyak 2 buah serta bekas alat berat ekskavator yang sebelumnya telah ditemukan petugas.
“Kegiatan ilegal ini diindikasikasi ada intervensi pemodal asing karena terjadi pada areal perbatasan Indonesia-Malaysia dan patut kita waspadai," ujarnya. Proses tindak lanjut terhadap kasus perambahan hutan di TWA Melintang masih dalam pengembangan melalui permintaan keterangan.Â
Langkah-langkah selanjutnya termasuk investigasi lebih lanjut, pemeriksaan terhadap pelaku, dan proses hukum untuk menegakkan keadilan serta memastikan perlindungan terhadap kawasan konservasi dan lingkungan secara keseluruhan.
"Sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara merupakan ancaman serius bagi pelaku yang melakukan tindakan tersebut," tegasnya.