Menko Polhukam Beberkan 5 Provinsi Terpapar Judi Online: Jabar Terbesar Rp 3,8 T
- Kemenko Polhukam
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Hadi Tjahjanto memaparkan lima provinsi besar masyarakatnya yang sudah terpapar judi online (judol).
Ia mengaku mendapatkan data ini dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya juga ingin menyampaikan bahwa hampir di seluruh provinsi itu sudah terpapar studi online. Saya juga pada kesempatan siang hari ini ingin menyampaikan bahwa 5 provinsi terbesar secara demografi, yang masyarakatnya sudah terpapar dengan data-data dari PPATK," kata Hadi di Kantor Kemenko PMK, Selasa, 25 Juni 2024.
Pertama, kata dia, ada Provinsi Jawa Barat (Jabar) dengan perputaran uang judi online di wilayah tersebut mencapai Rp 3,8 triliun. Sementara, pelaku judi online di Jawa Barat sebanyak 535.644.
"Yang kedua adalah Daerah Khusus Jakarta pelakunya 238.568, totalnya Rp 2,3 triliun," kata Hadi.
Urutan ketiga, Hadi mengatakan ada provinsi Jawa Tengah (Jateng) dengan pelaku judi online sebanyak 201.963 dan transaksi sebanyak Rp 1,3 triliun.
"Kemudian yang keempat Jawa Timur, Jawa Timur pemainnya dan pelakunya 135.227 dan angka yang keuangannya di sana Rp 1,051 triliun, dan yang kelima adalah Banten, pelakunya 150.302 dan uang yang beredar di sana adalah Rp 1,022 triliun," ujar Hadi.
"Kabupaten yaitu kota Administrasi Jakarta Barat Rp 792 miliar, Kota Bogor Rp 612 miliar, Kabupaten Bogor Rp 567 miliar, Jakarta Timur Rp480 miliar, Jakarta Utara Rp430 miliar," sambungnya.
Sebagai informasi, Pemerintah tengah gencar memberantas judi online di Indonesia. Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, Polri berhasil menangkap ratusan tersangka judi online. Namun, mereka yang ditangkap hanya operator dari situs judi online tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada menjelaskan, dalam pengungkapan sebuah perkara, khususnya judi online yang dilakukan secara terorganisir, penangkapan perlu dilakukan secara bertahap.
"Kita dalam penegakan hukum kan tidak bisa bilang tidak bisa 'katanya' tidak bisa berimajinasi. Tapi harus ada alat bukti yang mengaitkan antara satu perbuatan dengan perbuatan tersebut. Antara orang tersebut dengan perbuatannya, kan harus kita kaitkan satu per satu," ujar Wahyu saat konferensi pers, dikutip Minggu, 23 Juni 2024.