Beri Grasi Harus Memahami Keadilan Publik
VIVAnews - Belum lama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi, Syaukani Hassan Rais. Namun hak preogratif presiden tersebut, justru menuai banyak kritikan.
Peneliti Rocky Gerung menilai presiden seharusnya bisa membedakan antara alasan terpidana mengajukan grasi dengan kondisi publik saat ini. “Dalam hukum ada alasan kemanusiaan, tetapi kita ini dalam situasi abnormal,” kata Rocky saat dihubungi Minggu 22 Agustus 2010.
Abnormal yang dimaksud Rocky adalah kondisi institusi penegak hukum saat ini yang masih dalam sorotan publik karena belum berfungsi maksimal. ”Presiden tidak sanggup memahami rasa keadilan publik,” kata pakar filsafat politik Universitas Indonesia ini.
Selanjutnya dia menilai tindakan presiden yang tidak memperhatikan situasi yang abnormal itulah bisa diartikan adanya intervensi hukum. ”Kalau kita dalam kondisi normal, itu tidak masalah,” jelas dia.
Dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA), Presiden SBY memberikan grasi atau penghapusan masa tahanan kepada Syaukani selama tiga tahun dari enam tahun yang seharusnya dijalani mantan Bupati Kutai Kartanegara itu. Alasannya, Syaukani sedang sakit parah.
Syaukani langsung bebas pada 18 Agustus lalu. Grasi ini menuai pro dan kontra.