Terkuak Awal Mula BPK Minta Uang Rp 12 M Buat Keluarkan Opini WTP untuk Kementan
- vivanews/Andry Daud
Jakarta – Mantan Sekertaris Jenderal Kementan RI Kasdi Subagyono mengatakan, Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) disebut meminta uang Rp 12 miliar hanya demi mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk Kementan RI.
Kasdi menjelaskan hal itu ketika dirinya menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Syahrul Yasin Limpo alias SYL dan Direktur Alat Mesin Pertanian di Kementan RI Muhammad Hatta. Sidang kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementan RI digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 19 Juni 2024.
Hakim mulanya menanyakan soal pertemuan pejabat Kementan RI dengan BPK sekaligus menanyakan maksud dari pertemuan itu.
“Berapa kali saudara atau anak buah saudara bertemu dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan temuan laporan keuangan?," tanya hakim di ruang sidang.
"Dalam rangka mengamankan laporan temuan laporan keuangan?" sambungnya.
Kasdi mengamini terkait dengan pertemuan tersebut. Tapi, pertemuan itu bermula dari pertemuan rapat SYL dengan seluruh eselon I yang digelar di lembaga pemeriksa keuangan tersebut.
"Pada saat itu pertama ada rapat dengan BPK, antara Pak Menteri dan seluruh eselon I datang ke sana, kemudian ada pembicaraan empat mata, saya tidak tahu isinya," ucap Kasdi.
"Antara?" tanya hakim yang kemudian dijawab Kasdi pertemuan empat mata antara SYL dengan anggota IV BPK, Haerul Saleh.
"Antara Pak Menteri dengan Anggota IV," sebut Kasdi.
"Siapa namanya?" tanya hakim memastikan.
"Pak Haerul Saleh," jawab Kasdi.
Kemudian, Kasdi menjelaskan bahwa seluruh eselon I Kementan diminta untuk mengantisipasi temuan BPK. Khususnya mengenai WTP.
"Nah kemudian setelah itu, kami diminta untuk antisipasi terkait dengan WTP ini, maka itu saya koordinasikan dengan eselon I, Yang Mulia," sebut Kasdi.
"Oke, lalu kemudian upaya pengamanan temuan itu kemudian darimana?" tanya hakim.
"Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya kalau saya tidak salah. Itu sudah bertemu," jawab Kasdi.
"Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang, permintaan uang sejumlah Rp 10 miliar. Awalnya Rp 10 miliar, kemudian tambah dua menjadi Rp 12 miliar," sambungnya.
"Untuk?" tanya Hakim memastikan yang dijawab Kasdi "Untuk mengamankan supaya mendapat WTP,".
Sebagai informasi, Syahrul Yasin Limpo diduga memeras pegawainya hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 bersama eks Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, serta eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta.
Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.