DPR: Satgas Pemberantasan Judi Online jangan Cuma Isapan Jempol

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta mengatakan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online jangan hanya sebatas isapan jempol atau basa basi pemerintah saja. Menurut dia, judi daring atau judi online ini tidak hanya memakan korban dari kalangan masyarakat sipil biasa, tapi juga aparat.

Wayan menyoroti pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024. Menurut dia, seorang Polisi Wanita (Polwan) dengan sadis membakar suaminya yang juga Anggota Polri karena tersangkut adiksi judi online. Tak hanya itu, dua orang anggota TNI tewas bunuh diri akibat terlilit hutang judi online.

“Mudah-mudahan Satgas ini tidak hanya sekedar isapan jempol, basa-basi, atau gestur politis belaka. Namun, juga benar-benar membantu meniadakan permasalahan perjudian secara komprehensif dan memberi manfaat yang terbaik bagi masyarakat,” kata Wayan melalui keterangannya pada Selasa, 18 Juni 2024.

Ilustrasi Judi Online

Photo :
  • Freepik

Dalam Keppres tersebut, kata Wayan, beberapa tugas satgas adalah menentukan prioritas pencegahan judi daring, melakukan pemantauan dan evaluasi pencegahan judi online, serta mengoordinasikan langkah sosialisasi, edukasi, dan penyelesaian kendala pencegahannya. 

Sementara, Pasal 5 Keppres terdapat susunan anggota Satgas, terdiri atas Menko Polhukam Hadi Tjahjanto selaku Ketua Satgas, Menko PMK Muhadjir Effendy selaku Wakil Ketua Satgas. Ketua Harian Pencegahan adalah  Budi Arie Setiadi, dan anggota bidang pencegahan terdiri dari Kementerian Agama, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, BIN, dan OJK.

Sedangkan, Ketua Harian Penegakan Hukum dilaksanakan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan anggota bidang penegakan hukum adalah Kemenko Polhukam, Kemenkominfo, Kejaksaan Agung, BIN, BSSN, dan OJK. Jika mencermati isi Keppres Satgas Pemberantasan Judi Online tersebut, tugas yang diatur dalam Keppres sejatinya merupakan tugas harian dan kewenangan masing-masing institusi. 

“Keppres ini mengindikasikan bahwa permasalahan ini terus mencuat hingga seorang Presiden harus turun tangan. Kemenkominfo dan penegak hukum yang telah memiliki fungsi memerangi judi online tersebut ternyata masih perlu dibantu kementerian atau lembaga lainnya,” jelas Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini.

Ia menjelaskan, persoalan judi daring atau judi online sejatinya adalah sebuah tindakan judi yang menurut ketentuan di Indonesia (KUHP) dilarang dan merupakan tindak pidana. Namun, kata dia, perkembangan teknologi pun dimanfaatkan untuk perjudian melalui ruang dunia maya.

“Permasalahan muncul ketika tidak semua negara mengatur perjudian adalah tindak pidana atau ilegal. Dengan sendirinya, persoalan judi menjadi sulit diberantas jika memanfaatkan celah lintas batas yang memiliki perbedaan aturan. Masyarakat tahu bahwa mafia judi ini memiliki daya penetrasi yang kuat, karena selalu melibatkan uang yang sangat besar. Masalah yang sama ketika menghadapi bandar narkoba,” ungkapnya.

Kata Wayan, permasalahan judi sebenarnya bukan pertama kali terjadi di negeri ini. Penanganan secara masif pernah beberapa kali terjadi dalam sejarah penegakan hukum, seperti pada era Kapolri Jenderal Sutanto hingga saat ini. Perang melawan judi yang telah dilakukan, tidak serta merta menghentikannya. 

“Penyakit ini masih belum sepenuhnya hilang dan terus hidup dalam masyarakat. Maka tak heran jika di era digitalisasi saat ini, mafia judi juga beralih memanfaatkan teknologi dan jaringan informasi dan komunikasi global. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi Pemerintah dan penegak hukum, baik dalam aturan maupun implementasinya,” jelas dia.

Kementerian Kominfo dan Polri Seolah Tak Mampu Berantas Judi Online

Maka dari itu, Wayan menyoroti dikeluarkannya Keppres Nomor 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Judi Daring dengan mengatur tugas dan fungsi masing-masing yang dikomandoi dan beranggotakan kementerian/lembaga terkait. Sebab, kata dia, timbul pertanyaan di publik apa yang menjadi tujuan atau target kinerja serta bagaimana Keppres yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini akan bekerja.

“Tidak dapat dihindari bahwa dengan adanya satgas tersebut, secara tidak langsung muncul kesan bahwa Pemerintah masih kurang efektif dan berhasil dalam mencegah dan memberantas judi online. Kemenkominfo dinilai masih sulit atau terkendala untuk mencegah penyebaran secara menyeluruh. Sedangkan, Kepolisian seakan-akan tidak mampu mengungkap dan menangani kasus judi online secara maksimal dan menyeluruh,” kata Wayan.

Menko Polkam: Judol Di-setting Operator yang Main Bakal Kalah

Berdasarkan pengalaman, Wayan menyebut Pemerintah telah membentuk berbagai satgas terkait jika timbul permasalahan di masyarakat. Dari satgas terkait pencemaran lingkungan hidup, satgas pencegahan korupsi, satgas bahan pangan (sembako), satgas pinjaman online (pinjol), satgas pemberantasan pornografi anak, satgas TPPO, hingga satgas mafia tanah. Menurut dia, semua satgas itu memiliki tujuan dan pengaturan masing-masing. 

“Satgas-satgas tersebut merupakan respon atas permasalahan yang sedang terjadi, dengan mengedepankan kerja sama atau kolaborasi antar-lembaga, termasuk bersama institusi penegak hukum sebagai senjata penegakan hukum atau pemberi efek jera,” katanya.

Cegah Judi Online, Kemenag Kerahkan 5.940 KUA dan Penyuluh Agama

Contohnya, kata dia, pembentukan Satgas mafia tanah yang baru dibentuk dibawah komando Kementerian ATR/BPN, dibentuk untuk memerangi mafia pertanahan yang telah menyebabkan berbagai permasalahan seperti sengketa atau konflik yang merugikan masyarakat. Tujuan operasi satgas ini menitikberatkan pada pencegahan dan penindakan, termasuk penataan SDM dan kelembagaan.

“Akan tetapi, hingga saat ini permasalahan tanah ternyata masih terus terjadi. DPR misalnya, masih terus menerima pengaduan masyarakat yang terkait sengketa dan konflik tanah yang berkepanjangan dan cenderung dihadapkan dengan aparat penegak hukum. Uniknya, dalam setiap permasalahan yang terjadi, masyarakat seolah justru dipolarisasi dengan penguasa dan korporasi serta kemudian dihadapkan dengan aparat,” ucapnya.

Mendikti Saintek Blak-blakan soal 960 Ribu Pelajar dan Mahasiswa Terlibat Judi Online

Maka dari itu, Wayan mengatakan pembentukan satgas tidak boleh hanya berhenti untuk sebuah gestur politis, tapi harus memiliki target atau tolak ukur pencapaiannya. Tentu, publik akan menunggu berbagai gebrakan atau terobosan apa saja yang akan dibuat oleh Satgas Pemberantasan Judi Online tersebut.

“Saya melihat bahwa hal ini merupakan respon Presiden atau Pemerintah untuk menunjukkan keseriusan dengan fokus tertentu dalam penyelsaian sebuah permasalahan. Pembentukan satgas menjadi sebuah respon Pemerintah agar tidak dinilai diam saja ketika terdapat sebuah permasalahan yang beredar luas di masyarakat,” katanya lagi.

Namun demikian, Wayan mengingatkan Satgas judi online ini harus fokus pada akar atau inti permasalahan yang terjadi, bukan hanya menyentuh pada masalah-masalah permukaan atau residunya. Dalam permasalahan judi daring, Satgas terlihat akan menggunakan strategi memerangi demand and supply atau mencegah dan menindak seluruh akses dari sisi masuk dan keluarnya. 

“Selain itu, digunakan pula penegakan hukum, pencegahan dan kegiatan sosialisasi dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Pendekatan tersebut tentu tidaklah salah. Aparat juga harus menyisir dari akarnya, yakni si bandar, jaringan, dan kroninya. Jaringan perjudian daring ini tentu memiliki jaringan luring yang melibatkan banyak pihak, termasuk pihak yang berasal dari Indonesia sendiri,” ungkapnya.

Kemudian, lanjut Wayan, memperkuat filter pada infrastruktur dan jaringan teknologi melalui pemantauan (patrol) ketat di ruang siber merupakan hal yang menjadi indikator strategis. Penguasaaan dan penginderaan dalam teknologi harus dilakukan secara luas, bukan hanya mengindentifikasi pengguna, yang biasanya hanya iseng atau random masuk ke laman atau lokasi judi online.

“Patroli ini tidak hanya menyasar pada judi online, namun juga semua hal yang mencurigakan atau menjurus pada tindak pidana dan kejahatan terorganisasi,” ucapnya.

Selanjutnya, Wayan menambahkan pemeriksaaan pada subyek-obyek baik identitas maupun rekening dan jalur keuangan lainnya mungkin akan terkendala oleh perlindungan privasi. Namun, pemerintah harus lebih cerdas dalam mengenali bahkan menutup laman-laman yang tidak dapat dipercaya atau tidak memiliki legitimasi dari pemerintah tanpa pandang bulu.

Artinya, kata dia, tertib administrasi dan kepatuhan hukum menjadi kunci penting untuk menciptakan ruang siber yang aman dan nyaman bagi semua orang, tidak memberikan atau membiarkan satu celah pun, meskipun pada pihak yang biasanya terpercaya sekalipun. 

“Konsistensi dan ketegasan inilah yang sebenarnya masih belum terlihat dari berbagai satuan tugas atau tim khusus yang dibentuk oleh Presiden atau Pemerintah. Gesturnya dapat dipahami, namun selalu tidak tuntas dalam penyelesaiannya. Ekspos publik dalam penegakan hukum maupun pengungkapan modus di media massa selalu dilakukan, namun persoalannya tidak pernah tuntas atau bahkan tersentuh,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya