Dasar MA Hanya Keterangan Dokter Syaukani
- VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Mahkamah Agung (MA) ikut memberikan pertimbangan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam memberikan grasi untuk Syaukani Hassan Rais. Dalam memberikan pertimbangan, MA mengaku hanya mempertimbangkan rekam medis dan pendapat dokter yang merawat Syaukani.
"Tidak ada kunjungan langsung hakim agung. Tak ada. Kan ada rekam jejak dari dokter, juga foto-foto," kata Ketua MA Harifin Tumpa, Jumat 20 Agustus 2010.
Tumpa menjelaskan, pengacara Syaukani mengajukan permohonan pertimbangan pemberian grasi pada Februari 2009. Mahkamah mempertimbangkan keterangan dokter spesialis internis dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), dr Suprayitno yang menyatakan Syaukani menderita penyakit kompleks.
Mahkamah pun percaya pada keterangan dokter tersebut. Setahun dirawat, rekam medis tidak ada perkembangan. Sehingga, menyimpulkan untuk memberi pertimbangan agar presiden mengabulkan permohonan grasi.
"Dia (Syaukani) tidak bisa melihat, berbicara, syaraf kepala rusak," kata dia.
Tumpa menekankan Syaukani bukan narapidana pertama diberi grasi dengan alasan kemanusiaan. Menurut dia, sudah banyak sebelumnya, dengan beragam kasus. "Sudah banyak seperti ini. Ya silakan narapidana mau kalau kondisinya seperti ini," ujarnya.
Grasi nomor 7/G Tahun 2010 tertanggal 15 Agustus 2010 itu menyebutkan, hukuman mantan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim tersebut, dikurangi dari 6 tahun menjadi 3 tahun penjara. Syaukani bebas setelah sebelumnya telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp49,6 miliar melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Syaukani ditahan sejak 16 Maret 2007 karena disangka telah melakukan empat tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp120 miliar saat menjabat sebagai bupati tahun 2001-2006.
Korupsi tersebut adalah mengeluarkan SK Bupati untuk membagikan dana bagi hasil migas bagi Muspida, penggunaan APBD untuk pembangunan Bandara Loa Kulu di Tenggarong, penggunaan dana bantuan sosial, dan penunjukan langsung proyek studi kelayakan Bandara Loa Kulu.
Di tingkat pertama dan banding Pengadilan Khusus Tipikor, Syaukani divonis selama 2,5 tahun. Namun saat kasasi naik menjadi 6 tahun penjara. Putusan kasasi ini memaksanya untuk mengajukan PK, namun ditolak MA.
Kasus penunjukan langsung studi kelayakan bandara, waktu itu menyeret juga Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan ke penjara. Pengadilan Tipikor akhirnya memvonis Vonnie selama 18 bulan penjara. (umi)