Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI, Politikus PKB Reyna Usman Didakwa Rugikan Negara Rp 17,6 M
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta – Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman sebanyak Rp17,6 miliar, terkait dengan kasus korupsi yang dilakukannya. Reyna telah melakukan tindak pidana korupsi sistem proteksi TKI di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) itu secara bersama-sama.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Karunia sebesar Rp 17.682.445.455,00 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp17.682.445.455,00 pada Kemenakertrans RI TA 2012," ujar jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 13 Juni 2024.
Jaksa menjelaskan, mulanya Reyna yang merupakan politikus PKB mengenal Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM), Karunia pada tahun 2010. Sata itu, Reyna masih menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Sesbinallatas) Kemnakertrans.
Setelah kenal, Karunia mengatakan bahwa dirinya ingin mengajukan izin perusahaan untuk Jasa Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kepada Reyna. Reyna pun dijanjikan akan diberikan fee sebanyak Rp 3 miliar untuk pengurusan izin tersebut.
Kemudian pada tanggal 25 April 2011, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan rapat kabinet terbatas dan memutuskan membentuk Tim Terpadu Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Tim itu untuk menyusun daftar inventarisasi permasalahan penempatan 87 dan perlindungan TKI di luar negeri, serta mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan itu.
Lantas, setelah itu terbitlah Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tanggal 14 Juni 2011 tentang Tim Terpadu Perlindungan TKI.
"Tim Terpadu Perlindungan TKI di Luar Negeri akhirnya menghasilkan 13 rekomendasi yang salah satunya adalah perlu dilaksanakan dengan segera integrasi sistem informasi dan database TKI yang dapat diakses oleh setiap Kementerian dan Instansi terkait," kata jaksa.
Reyna pun diangkat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dirjen Binapenta Kemenakertrans) RI tahun 2011-2015 pada 30 Juni 2011. Reyna langsung menindaklanjuti Kepres Presiden terkait integrasi sistem informasi dan database TKI dan berujung mendapatkan anggaran sebanyak Rp20 miliar.
"Bahwa sebagai tindak lanjut rekomendasi terkait perlunya dilaksanakan dengan segera integrasi sistem informasi dan database TKI yang dapat diakses oleh setiap Kementerian dan Instansi terkait, Reyna Usman selaku Dirjen Binapenta kemudian menyerahkan notulensi hasil koordinasi Tim Terpadu Perlindungan TKI di Luar Negeri kepada Sekjen Kemenakertrans RI untuk diteruskan ke bagian Biro Perencanaan Kemenakertrans guna dilakukan perencanaan dan penyusunan anggaran, yang akhirnya dalam Kertas Kerja RKA-KL Rincian Belanja Satuan Kerja TA 2012 tercantum pekerjaan Pembangunan Sistem Aplikasi dan Perangkat Pengawasan senilai Rp 20.000.000.000,00 yang dianggarkan di Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Ditjen Binapenta," tutur jaksa.
Selanjutnya, di awal tahun 2012, Karunia menjelaskan bahwa dirinya belum juga menerima izin pelatihan TKI tersebut. Padahal dirinya sudsh menyetorkan uang fee ke Reyna.
Tapi, Reyna justru menawarkan Karunia untuk mengerjakan pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemnakertrans.
Karunia pun diantarkan oleh Reyna berkoordinasi dengan I Nyiman Darmanta selaku pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012.
"Selanjutnya Reyna Usman mengarahkan Karunia untuk berkoordinasi dengan Terdakwa I Nyoman Darmanta terkait pengadaan tersebut dan memerintahkan Terdakwa I Nyoman Darmanta untuk menggunakan dokumen perencanaan pengadaan yang dibuat oleh Bunamas dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis," ucap jaksa.
Reyna juga meminta seseorang bernama Dewa Putu Santika menjadi penghubung antara dirinya dan Karunia terkait lelang dan pelaksanaan pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI tersebut. Dewa meminta fee sebesar 5 persen dari nilai proyek dan disetujui oleh Karunia.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Karunia membentuk Tim Tender PT AIM yang beranggotakan staf PT AIM yaitu Bunamas, George Verma Christopher Hilliard dan Acep Mardiyana dengan tugas antara lain menyusun dokumen desain sistem dan spesifikasi teknis. Terdakwa I Nyoman Darmanta lalu menggunakan dokumen desain sistem dari Bunamas itu sebagai Kerangka Acuan Kerja (KAK) dengan dasar penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 19.825.000.000,00 tanpa dilakukan pengkajian ulang maupun kalkulasi berdasarkan keahlian.
"Kemudian Bunamas atas perintah Karunia menemui Terdakwa I Nyoman Darmanta di ruang kerjanya dan memberikan dokumen berupa spesifikasi teknis, desain sistem dan lampiran harga untuk tiap item pekerjaan dalam format hardcopy dan softcopy. Selanjutnya tanpa melakukan pengkajian ulang atas dokumen tersebut, Terdakwa I Nyoman Darmanta menjadikan dokumen tersebut sebagai Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan dasar penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 19.825.000.000,00 dalam Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI TA 2012 tanpa dikalkulasikan berdasarkan keahlian, serta tidak didasarkan pada data yang dapat dipertanggungjawabkan," beber jaksa.
Lantas, Reyna pun langsung memerintahkan terdakwa I Nyoman Darmanta untuk melaksanakan lelang Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI tanpa menggunakan konsultasi perencana tetapi menggunakan dokumen perencanaan dari PT AIM.
Setelahnya, pelelangan itu langsung diumumkan secara resmi di situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan nilai pagu paket anggaran Rp20 miliar dan nilai HPS Rp 19.825.000.000.
Singkat cerita, lelang pertama dinyatakan gagal lantaran hanya ada 2 perusahaan yang memasukan dokumen penawaran. Lelang kembali dibuka pada 25 September 2012 dengan metode lelang pascakualifikasi satu file sistem gugur yang pendanaannya bersumber dari APBN-P tahun anggaran 2012.
Karunia kembali memerintahkan Bunamas mengikuti lelang tersebut. Karunia mengatakan PT AIM sudah dikondisikan menjadi pemenang lelang tersebut.
"Karunia kemudian memerintahkan kembali Tim Tender PT AlM untuk mengikuti lelang tersebut dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM sudah dikondisikan akan menjadi pemenang. Selanjutnya Karunia meminta kepada Tim Tender PT AIM agar harga penawaran perusahaan pendamping dibuat lebih tinggi dari harga penawaran PTAIM. Menindaklanjuti arahan Karunia tersebut, kemudian Tim Tender PT AIM melengkapi dokumen penawaran PT AIM, PT CWS, dan PT ATE," ungkap jaksa.
"Selanjutnya pada tanggal 2 Oktober 2012, Tim Tender PT AlM meng-upload dokumen penawaran PT CWS dengan nilai penawaran sebesar Rp 19.810.000.000,00dan pada tanggal 3 Oktober 2012 meng-upload dokumen penawaran PT ATE dengan nilai penawaran sebesar Rp 19.820.000.000,00, serta pada tanggal 4 Oktober 2012 meng-upload dokumen penawaran PTAIM dengan nilai penawaran sebesar Rp 19.775.000.000,00," imbuhnya.
Jaksa menyebut bahwa pada 4 Oktober 2012 sampai 9 Oktober 2012 dilakukan evaluasi penawaran yang meliputi penilaian administrasi, penilaian teknis dan penilaian harga yang seharusnya dilakukan oleh PPBJ, namun pada kenyataannya dilakukan oleh Tim Tender PT AIM. Hasilnya, PT AIM dinyatakan lolos padahal tak memenuhi persyaratan.
"Selanjutnya dari hasil evaluasi penawaran tersebut PT CWS dan PT ATE yang merupakan perusahaan pendamping dinyatakan tidak lulus, sedangkan PT AIM dinyatakan lulus evaluasi administrasi dan teknis, padahal dokumen penawaran PT AIM tidak memenuhi persyaratan. Selanjutnya Tim Tender PT AIM kembali mengambil alih tugas PPBJ dalam tahap pembuktian, kualifikasi, dengan hasil PT AIM dinyatakan lulus dan memenuhi syarat dengan diterbitkannya Berita Acara Hasil Pelelangan Umum nomor: BA.2448/PTKLN-PANTIX/2012 yang menyatakan PT AIM memenangkan lelang Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI TA 2012, dengan nilai penawaran terkoreksi sebesar Rp 19.775.000.000,00," kata jaksa.
"Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2012, Terdakwa I Nyoman Darmanta menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa nomor: SPPBJ.2512/PTKLN-PANTIXI2012 yang menunjuk dan menetapkan PT AIM sebagai pelaksana Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI TA 2012," tambahnya.
Kemudian, dilakukan penandatanganan kontrak pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada 18 Oktober 2012. Nilai pekerjaan itu adalah Rp 19,7 miliar dengan periode pelaksanaan 60 hari dari 19 Oktober 2012 sampai 15 Desember 2012.
"Pada tanggal 18 Oktober 2012 ditandatangani surat perjanjian (Kontrak) pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI Nomor B.2524/PTKLN/PPKIX/2012 antara Terdakwa I Nyoman Darmanta selaku Pejabat Pembuat Komitmen dengan Karunia selaku Direktur Utama PT Adi Inti Mandiri dengan nilai pekerjaan (termasuk PPN) sebesar Rp 19.775.000.000,00 dengan jangka waktu pelaksanaan 60 hari kalender, terhitung sejak tanggal 19 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 15 Desember 2012," tuturnya.
Pada 7 Desember 2012, Karunia menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak yang telah dipotong pajak yakni Rp Rp 3.588.263.637,00. Karunia juga memberikan bagian fee untuk Dewa Putu Santika sebesar Rp 500 juta.
Terdakwa I Nyoman Darmanta lalu memerintahkan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Karunia selaku Direktur PT AIM, yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Barang Nomor BA.3041/PTKLNIXII/2012 tanggal 14 Desember 2012. Hasilnya, terdapat barang yang tak sesuai spesifikasi.
"Masih terdapat barang yang belum sesuai dengan spesifikasi seperti yang tertera dalam Surat Perintah Mulai Kerja Nomor SPMK.2535/PTKLN-PPKIX/2012 tanggal 19 Oktober 2012. Pemasangan hardware dan software pada negara Malaysia dan Saudi Arabia (Jeddah) belurm dilaksanakan," sebutnya.
Namun, Terdakwa I Nyoman Darmanta tetap menyetujui pembayaran 100 persen ke Karunia. Jaksa mengatakan Karunia menerima sisa pembayaran senilai Rp 14.094.181.818,00.
Jaksa mengatakan tim penilai pelaksanaan pekerjaan juga menemukan sejumlah permasalahan dari pekerjaan tersebut. Jaksa mengatakan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans Rl dengan sistem informasi eksisting milik para stakeholder terkait.
"Bahwa berdasarkan Hasil Penilaian Tim Penilai Pelaksanaan Kontrak dari Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi (Balitfo) Kemenakertrans RI tanggal 28 Desember 2012 juga ditenukan beberapa permasalahan pada pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Karunia selaku Direktur PT AIM sebagai berikut; Barang-barang hasil pengadaan belum diuji secara fungsionalitas dan kualitas; sistem aplikasi yang terintegrasi belum dihasilkan dari kegiatan pengadaan; belum dilakukan entry data sebagai bagian dari acceptance test," kata jaksa.
"Setelah dilakukan serah terima hasil pekerjaan, ternyata sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans Rl dengan sistem informasi eksisting milik para stakeholder terkait, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh negara sesuai dengan tujuan pengadaan," imbuh jaksa.
Jaksa pun akhirnya meyakini Reyna Usman, I Nyoman Darmanta dan Karunia melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.