Beda dengan NU, Muhammadiyah Enggan Tergesa-gesa dengan Konsesi Tambang
- VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)
VIVA – Berbeda dengan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam Muhammadiyah justru enggan tergesa-gesa dengan konsesi tambang. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi memberikan kesempatan organisasi massa atau ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) pada Kamis, 30 Mei 2024.
Setelah pengumuman itu, kini NU secara resmi telah memperoleh tambang batu bara dari bekas penciutan WIUPK milik PT Kaltim Prima Coal (KPC). Hal ini diungkapkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di kantornya pada Jumat, 7 Juni 2024. Dengan begitu, NU telah membentuk badan usaha dan mengurus WIUPK ke Kementerian Investasi/BKPM.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menegaskan bahwa organisasinya tidak akan tergesa-gesa dalam menanggapi konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.
"Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," ujar Abdul pada Minggu (9/6/24), dikutip dari Antara.
Abdul juga menyatakan bahwa Muhammadiyah belum memutuskan untuk menolak atau menerima konsesi tambang tersebut. Sebelum mengambil keputusan, Muhammadiyah akan secara tegas mengkaji semua aspek dan sudut pandang secara menyeluruh.
"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi," kata Abdul.
Selain organisasi Islam, organisasi Kristen juga buka suara soal konsesi tambang. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sejauh ini menolak tawaran dari pemerintah itu.
Menurut organisasi yang menolak, pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak dilakukan dengan mengorbankan kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Mereka juga berpendapat bahwa pengelolaan tambang bukanlah tugas yang mudah, mengingat bahwa organisasi kemasyarakatan berbasis agama memiliki keterbatasan dalam mengelola Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Mereka menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan pertambangan, serta kemampuan organisasi dalam mengelola tambang dengan efektif dan bertanggung jawab. Sehingga, sejauh ini baru PBNU yang mengajukan dan mendapatkan izin WIUPK.