Penyesalan Menteri Basuki soal Tapera: Kalau Belum Siap Kenapa Tergesa-gesa
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengaku menyesal soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Basuki pun merespons keluhan beberapa masyarakat yang menolak kebijakan pemotongan gaji 3 persen untuk Tapera.
"Dengan kemarahan ini (program Tapera) saya pikir saya menyesal betul," kata Basuki di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat, 7 Juni 2024.
Pria yang akrab disapa pak Bas itu pun menilai bahwa implementasi untuk Tapera sejatinya tidaklah genting untuk diterapkan, sehingga implementasi kebijakan itu bisa ditunda.
Menurutnya Pemerintah hingga saat ini telah mengucurkan dana sebesar Rp 105 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sedangkan jika iuran Tapera dalam kurun waktu 10 tahun, hanya mengumpulkan anggara sebesar Rp 50 triliun.
"Menurut saya pribadi kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa? Harus diketahui APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP untuk subsidi bunga," jelas Basuki.
"Sedangkan kalau untuk Tapera ini mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun," lanjutnya.
Menteri PUPR itu pun mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar dapat menunda implementasi Tapera.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menilai, pemerintah sejak awal tidak berniat untuk memberikan rumah kepada masyarakat melalui program tabungan perumahan rakyat (Tapera).
“Memang niatnya nggak mau ngasih rumah kok, hanya mau motong uang masyarakat. Kami menolak terhadap program Tapera, cabut PP nomor 21,” ujar Said Iqbal Kamis 6 Juni 2024.
Menurut Said Iqbal, dengan adanya potongan pendapatan setiap bulannya untuk program Tapera akan lebih memberatkan hidup kaum buruh.
Selain itu menurut Said Iqbal meskipun para pekerja sudah membayar iuran selama 10 hingga 20 tahun, pekerja atau buruh tetap saja tidak memberikan kepastian bisa memiliki rumah.
Terlebih ia juga khawatir dana Tapera itu rawan untuk dikorupsi dan ketidakjelasan serta kerumitan pencairan dana.