Sidang Kasus 'Kerangkeng Manusia', Eks Bupati Langkat Dituntut 14 Tahun Penjara
- VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)
Sumatera Utara  – Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana kurungan penjara selama 14 tahun penjara, atas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sidang dalam agenda tuntutan sempat tertunda sebanyak 5 kali.
"Meminta kepada majelis hakim mengadili dan memeriksa perkara ini. Untuk menjatuhkan hukuman kepada Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana, dengan pidana 14 tahun kurungan penjara," kata JPU, Sai Sintong Purba di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Rabu 5 Juni 2024.
Dihadapan majelis hakim diketuai oleh Andriansyah. Jaksa dari Kejari Langkat ini, meminta dijatuhkan hukum kepada terdakwa berupa denda sebesar Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara.
"Menyatakan terdakwa Terbit Rencana Peranginangin alias Cana terbukti secara sah melakukan tindak pidana perdagangan orang, untuk tujuan mengeksploitasi," ucap Sai Sintong Purba.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan, terdakwa yang merupakan mantan Bupati Langkat sekaligus mantan Ketua DPRD Langkat itu juga dibebankan membayar biaya restitusi sebesar Rp2.677.873.143 kepada korban maupun ahli warisnya.Â
"Jika terdakwa tidak mampu membayar restitusi tersebut, paling lama 14 hari setelah putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama satu tahun penjara," kata JPU.
Pandangan JPU, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana dalam surat dakwaan keempat.Â
Adapun yang menjadi barang bukti dalam perkara TPPO ini, diantaranya Toyota Avanza, Toyota Hilux BK 8888 XL kepemilikan Terbit Rencana Peranginangin, tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Peranginangin yang beralamat di Dusun III Raja Tengah, Kecamatan Kuala, yang dirampas untuk negara.
Sementara itu, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu, tidak mendukung program pemerintah yang ingin melindungi hak-hak warga negara Indonesia. Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma mendalam bagi para saksi dan korban.
Terdakwa selaku kepala daerah yang merupakan seorang publik figur yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada warganya, dan terdakwa tidak beritikad baik membayar restitusi hak korban.Â
"Terdakwa pernah dihukum dalam tindak pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan," ucap JPU.
Usai mendengarkan amar tuntutan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan, dengan mendengarkan nota pembelaan atau pledoi disampaikan terdakwa.
Dalam penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), sebanyak 12 orang korban agar dibayarkan restitusinya oleh terdakwa Terbit Rencana Peranginangin dalam perkara kasus Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO).
Mereka adalah, Trinanda Ginting dengan nominal restitusi sebesar Rp198.591.212, Dana Ardianta Syahputra Sitepu yang diwakili Edi Suranta Sitepu dengan nominal restitusi Rp228.555.549, Heru Pratama Gurusinga dengan nominal restitusi Rp263.686.430, Riko Sinulingga dengan nominal restitusi Rp124.898.574.
Kemudian, Edo Saputra Tarigan dengan nominal restitusi Rp189.176.336, Yanen Sembiring dengan nominal restitusi Rp144.359.371, Almarhum Dodi Santoso diwakili Supriani selaku ibu kandung dengan nominal restitusi Rp251.360.000, Setiawan Waruhu dengan nominal restitusi Rp194.084.025.
Selanjutnya, Suherman dengan nominal restitusi Rp355.694.395, Satria Sembiring Depari dengan nominal restitusi Rp299.742.099, Ridwan dengan nominal restitusi Rp227.174.254 dan Edi Kurniawanta Sitepu dengan nominal restitusi Rp200.550.898.
Terdakwa yang akrab disapa Cana didakwa JPU dengan dakwaan primair pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (1) jo pasal 10 UU RI No 21/2007 Tentang Pemberantasan TPPO.
Atau pertama, pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 11 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau ketiga: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Â
Terdakwa Cana juga didakwa keempat pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Atau kelima, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Atau keenam, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Â
Mengutip dakwaan JPU, kasus yang menjerat Terbit bermula pada tahun 2010, kala itu Terbit menjabat sebagai Ketua Ormas Pemuda Pancasila, Kabupaten Langkat. Dia lalu mendirikan tempat rehabilitasi narkoba di rumahnya di Jalan Binjai Telagah, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.Â
Awalnya satu unit bangunan berbentuk sel atau kereng disiapkannya. Pada tahun 2017 Terbit kembali membangun 2 sel lagi yang masing-masing berukuran 5 x 6 meter dengan dilengkapi teralis besi menyerupai kerangkeng;
Dalam proses rehabilitasi Terbit memberikan berbagai istilah yakni Kalapas (Kepala Lapas), yaitu orang yang bertanggung jawab menjalankan pembinaan terhadap warga yang menjalani pembinaan (anak kereng).
"(Lalu) membina kemampuan anak kereng untuk dapat menjadi bekal hidup, memperhatikan kesehatan anak kereng, menjaga pola makan anak kereng, mengatur jadwal kerja warga binaan di pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Perangin Angin (PT DRP)," tulis dakwaan.Â
Para Kalapas dari tahun 2014 sampai dengan bulan Januari 2022 dijabat terdakwa lain yakni, Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti dan Suparman (Berkas terpisah).Â
Selain istilah Kalapas, ada juga istilah anak kandang yaitu anggota ormas Pemuda Pancasila yang sering berkumpul di sekitar rumah terdakwa, tugasnya untuk mengawal dan menjaga kediaman Terbit.
"(lalu juga) disuruh oleh Kalapas untuk menjemput warga yang akan menjalani pembinaan, mencari warga yang menjalani pembinaan yang melarikan diri," tulis dakwaan.Â
Lalu ada juga istilah Palkam (kepala kamar) yaitu warga yang menjalani pembinaan penghuni kereng-1 dan kereng-2 yang dituakan ditunjuk oleh Kalapas.
"Ada istilah juga Besker(Bebas Kereng), yaitu orang yang menjalani pembinaan namun sudah dipercayakan oleh Kalapas untuk membantu tugas tugas Kalapas antara lain membuka dan mengunci gembok terali, menjaga kereng ketika Kalapas tidak ada," tulis dakwaan.Â
"Kemudian Anak Kereng yaitu orang yang menjalani dimasukkan ke dalam sel/kereng/kerangkeng untuk menjalani pembinaan dan atau rehabilitasi," tulis dakwaan.Â
Saat proses perekrutan, biasanya dilakukan terlebih dahulu melalui pihak keluarga yang terjerat narkoba. Keluarga terlebih dahulu menghubungi atau datang ke tempat pembinaanÂ
"Setelah mendapat persetujuan dari pengurus kemudian keluarga membuat surat pernyataan baik tulis tangan maupun mengisi formulir yang sudah ditentukan dengan dilengkapi materai dan ditandatangani oleh keluarga warga binaan," tulis dakwaan.Â
Namun ternyata saat para 'warga binaan' berada di tempat Terbit, pembinaan atau rehabilitasi sama seklai tidak dilakukan, justru mereka memperlakukan anak kereng (warga binaan) secara tidak manusiawi.Â
"Antara lain melakukan kekerasan maupun ancaman kekerasan, penyekapan, pemaksaan kerja atau perbudakan atau pemanfaatan fisik kepada anak penghuni kereng untuk bekerja antara lain di Pabrik Kelapa Sawit PT Dewa Rencana Perangin Angin milik terdakwa tersebut," tulis dakwaan.Â
Selanjutnya warga binaan di sana juga dipaksa bekerja secara bergantian mulai dari pukul 07.00 WIB - 18.00 WIB dan pukul 18.00 WIB – 07.00 WIB setiap harinya.
"Alasannya sebagai pembinaan dan mengembangkan skill atau keterampilan anak kereng. Selanjutnya dalam operasional sehari-harinya," tulis dakwaan.Â
Di dakwaan juga dijelaskan selama Terang Ukur Sembiring menjabat Kalapas antara tahun 2014 sampai Mei 2021, telah terjadi berbagai penganiayaan yang mengakibatkan anak kereng mengalami luka ringan, luka berat maupun kematian. Total juga sudah ada 493 anak kereng yang dibawah binaan Terang. Â
"Bahwa juga sejak berdirinya kerangkeng dari Tahun 2010 sampai dengan bulan Januari 2022 tersebut, telah menampung peserta pembinaan/anak kereng sebanyak sekira 665 orang," tulisÂ
Selama tempat itu berdiri jumlah korban anak kereng yang diduga tewas karena disiksa sudah 4 orang. Meliputi Abdul Sidik, Sarianto Ginting, Isal Kardi dan Dodi Santosa.