DPR Desak Pemerintah Cepat Berlakukan UU KIA yang Membolehkan Ibu Hamil Dapat Cuti 6 Bulan
- DPR RI
Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, mendesak pemerintah untuk secepatnya memberlakukan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau UU KIA, yang baru saja disahkan oleh Dewan. Dengan pengesahan melalui paripurna itu, tinggal menunggu ditandatangani oleh Presiden sehingga UU tersebut langsung berlaku.
Ace mengatakan UU tersebut disahkan sebagai bentuk perhatian negara kepada ibu hamil dan atau ibu melahirkan, serta anak yang baru lahir. Kata dia, UU KIA juga dibentuk agar Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia, SDM yang unggul dan terhindar dari stunting.
“Tentu ini kita minta kepada pemerintah sebaiknya (berlaku) secepatnya. Karena apa? Karena ini menyangkut dengan bagaimana kita ingin mempersiapkan SDM Indonesia yang kuat ya dan unggul,” kata Ace kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Juni 2024.
“Karena potensi masa ini adalah masa yang sangat krusial bagi kehidupan anak-anak Indonesia. Dan ini adalah bagian dari upaya juga kita untuk tekan angka stunting,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang dalam rapat Paripurna ke-19 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Juni 2024. Delapan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU KIA, sementara Fraksi PKS menyatakan setuju dengan catatan.
Awalnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka menyampaikan laporan pembahasan RUU KIA.
"Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat," kata Diah di DPR Senayan, Jakarta, Selasa 4 Juni 2024.
Ketua DPR RI, Puan Maharani yang memimpin rapat kemudian menanyakan kepada seluruh peserta rapat apakah menyetujui RUU KIA.
"Sidang dewan yang kami hormati, selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota dewan, apakah RUU KIA pada fase seribu hari pertama kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab mayoritas anggota dewan yang hadir.
Di sisi lain, Diah Pitaloka menjelaskan, ada lima pokok aturan yang disepakati pemerintah dan DPR pada RUU tersebut.
Pertama, perubahan judul dari Rancangan UU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi Rancangan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Kehidupan.
Kedua, penetapan definisi anak khusus dan definisi anak pada seribu hari kehidupan. Ketiga, perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter.
Keempat, perumusan cuti bagi suami yang mendampingi istri dalam persalinan, yaitu dua hari dan dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja. Kelima, perumusan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase seribu hari pertama kehidupan. Kemudian, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai dari perencanaan monitoring dan evaluasi.