WHO Sebut UU Kesehatan Peluang RI Ambil Tindakan Berani terhadap Industri Rokok
- dw
Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memandang Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai peluang bagi Indonesia untuk mengambil tindakan yang berani dan tegas terhadap industri rokok.
"Karena dengan disahkannya UU Omnibus Kesehatan Indonesia tahun lalu, legislator dan pembuat kebijakan memiliki peluang bersejarah untuk mengambil tindakan legislatif yang berani dan tegas," kata Team Lead NCD and Healthier Population WHO Indonesia Lubna Bhatti saat hadir dalam konferensi pers Hari Antitembakau Sedunia 2024 yang diikuti dalam jaringan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Bhatti mengatakan lembaga legislatif di Indonesia dapat memastikan bahwa penerapan UU Kesehatan tidak hanya melarang iklan, promosi, dan sponsorship tembakau di media sosial, tetapi juga di seluruh jejaring internet.
"Hal ini dapat disertai dengan pelarangan iklan semacam itu di papan reklame dan di tempat umum, serta larangan terhadap iklan tembakau dan iklan terkait lainnya, promosi dan sponsorship secara lebih luas," katanya.
Dikatakan Bhatti ketentuan tersebut dibutuhkan pada sejumlah acara yang berfokus pada remaja, seperti olahraga, musik, dan seni.
"Bersama-sama kita harus mengambil langkah-langkah aktif untuk menjadikan produk tembakau tidak menarik dan kurang terjangkau bagi generasi muda," katanya.
WHO juga mendorong pembuat undang-undang dapat melengkapi larangan terhadap penjualan tembakau dan produk-produk terkait kepada kelompok masyarakat berusia di bawah 21 tahun.
"Hal ini juga harus dibarengi dengan larangan penggunaan bahan perasa pada rokok elektrik dan perangkat baru lainnya, sehingga menjadikan produk tersebut jadi kurang menarik," katanya.
Laporan aktual Global School-based Student Health Survey di Indonesia, yang menunjukkan bahwa penggunaan tembakau di kalangan remaja berusia 13--17 tahun meningkat dari lebih dari 13 persen pada 2015 menjadi 23 persen pada 2023.
Pada tahun lalu, kata Bhatti, lebih dari 12 persen siswa berusia 13--17 tahun di Indonesia dilaporkan menggunakan rokok elektrik. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan populasi umum, yaitu sebesar 3 persen. (ant)