Kejari Medan Banding Usai 3 PPK Divonis 3 Bulan Kasus Penggelembungan Suara
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Medan – Kejaksaan Negeri Medan, menyatakan banding atas vonis yang diterima 3 orang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur, masing-masing kurungan penjara selama tiga bulan. Vonis tersebut dinilai terlalu ringan.
Ketiga PPK itu, yakni Muhammad Rachwi Ritonga (48) selaku Ketua PPK, dan dua anggotanya Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25) serta Junaidi Machmud (48).
Pembacaan amar putusan disampaikan majelis hakim yang diketuai oleh As'ad Rahim Lubis di Pengadilan Negeri Medan, Selasa 21 Mei 2024. Selain kurungan penjara, para terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp 25 juta dengan subisider 1 bulan kurungan.
Ketiga terdakwa, terbukti bersalah melakukan penggelembungan suara dengan melanggar Pasal 532 jo 554 UU Nomor 17 tahun 2017 Tentang Pemilu Jo. 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Menyikapi putusan tersebut, Kepala Kejari Medan, Muttaqin Harahap mengapresiasi putusan tersebut. Tapi pihaknya menyatakan banding atas vonis tersebut dan secepatnya akan menyampaikan memori banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
"Bahwa amar putusan tersebut, belum mencerminkan keadilan di dalam masyarakat, sehingga kami tim Jaksa Penuntut Hukum akan mengajukan upaya hukum banding," ucap Muttaqin.
Sedangkan, dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ketiga terdakwa, masing-masing 1 tahun penjara.
"Bahwa seluruh pertimbangan di dalam Surat Tuntutan diambil sepenuhnya di dalam putusan Hakim. Kami berharap nantinya putusan banding Pengadilan Tinggi Medan sependapat dengan tuntutan yang kami ajukan, yaitu pidana penjara selama 1 tahun," ucap Muttaqin.
Dikutip dari dakwaan JPU, bahwa kasus ini bermula pada Rabu 14 Februari 2024. Saat pelaksanaan Pemilu 2024. Saat itu, ketiga terdakwa bertindak sebagai PPK.
Selanjutnya, pada tanggal 16 Februari 2024 hingga 1 Maret 2024 terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga selaku Ketua PPK Medan Timur bersama kedua terdakwa lainnya bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu 2024.
Di mana saat itu, ketiga terdakwa memperoleh data C Plano dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS), untuk suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kelurahan Glugur Darat I, Kelurahan Glugur Darat II, dan Kelurahan Pulo Brayan Darat I.
Kemudian, pada Sabtu 2 Maret 2024 para saksi dari partai yang menyaksikan perhitungan rekapitulasi suara meminta kepada ketiga terdakwa untuk segera memberikan data hasil perhitungan rekapitulasi suara yang dituangkan ke dalam D Hasil.
Namun, karena hasil perhitungan rekapitulasi suara belum selesai dilakukan, maka selanjutnya terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut untuk memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kemudian, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut atas persetujuan terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta kode Aplikasi Sirekap di tingkat kecamatan kepada terdakwa Junaidi Machmud beserta password dan kode OTP.
Setelah itu, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut pun membuka Aplikasi Sirekap tersebut dan memindahkan suara dari Partai Buruh dan PKN ke PKB.
Di mana pada saat itu sedang berlangsung rekapitulasi suara untuk seluruh partai peserta pemilu pada tingkat Kecamatan yang dilakukan oleh seluruh anggota PPK dan dihadiri oleh para saksi yang diutus oleh partai peserta pemilu dengan sistem penghitungan suara atau rekapitulasi suara, yaitu dengan cara menayangkan C Plano dengan menggunakan alat proyektor.
Sementara, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut menginput rekapitulasi suara ke dalam Microsoft Excel yang hasilnya akan dibagikan kepada para saksi dari partai peserta pemilu.
Setelah rekapitulasi suara selesai dilakukan oleh ketiga terdakwa, kemudian pada Sabtu 2 Maret 2024 saksi partai meminta hasil berita acara penghitungan suara atau D hasil, karena belum finalisasi.
Sehingga, ketiga terdakwa memberikan dan membagikan rekapitulasi penghitungan suara dalam bentuk Microsoft Excel kepada para saksi peserta pemilu yang salah satunya adalah saksi dari PKB, Partai Gerindra, Partai Buruh, dan PKN.
Ternyata, hasil rekapitulasi suara yang dilakukan ketiga terdakwa terdapat perbedaan jumlah suara antara C Plano yang dibuat oleh KPPS dengan D Hasil yang dibuat oleh PPK Medan Timur.
Di mana hal tersebut, dikarenakan adanya pemindahan suara dari PKN dan Partai Buruh ke PKB. Sehingga, PKB memperoleh tambahan suara dari kedua partai tersebut.
Selanjutnya, pada Senin 4 Maret 2024, PPK Medan Timur memberikan D Hasil kepada seluruh saksi partai yang ditandatangani oleh ketiga terdakwa dan para saksi peserta partai pemilu.
Kemudian, keesokan harinya tepatnya Selasa 5 Maret 2024, seluruh kotak dan surat suara beserta C Plano atau C Hasil dan juga D Hasil didistribusikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dan pihak KPU Medan mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Medan Timur dengan mekanisme Rapat Pleno.
Di hari yang sama, sekira pukul 05.00 WIB, saksi Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Medan Timur telah mengetahui adanya penggelembungan suara.
Keesokan harinya, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan menerima informasi awal secara tertulis dari Pengacara Netty Yuniati Siregar yang merupakan Calon Legislatif (Caleg) Kota Medan dari Partai Gerindra terkait adanya penggelembungan suara.
Selanjutnya, Bawaslu Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK ke KPU Medan, akan tetapi tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada tanggal 12 Maret 2024.
Kemudian, dengan adanya penambahan suara ke PKB, Netty Yuniati Siregar pun merasa dirugikan atas hal tersebut. Sehingga, jumlah suara yang diperoleh Partai Gerindra tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan.