Putu DPR: Kita Menyadari Isu Air Berpengaruh dan Terpengaruh oleh Perubahan Iklim
- istimewa
Nusa Dua - Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan, Putu Supadma Rudana menilai positif pernyataan Presiden Air Dunia Loic Fauchon. Di forum World Water Forum (WWF) ke-10, Bali, Fauchon menyebut peserta yang hadir sebagai pejuang air.
Menurut Putu, isu air sangat krusial dibahas bagi para pemangku kepentingan dunia. Hal itu mengingat ke depan akan menghadapi perubahan iklim atau climate change.
Sebelum kegiatan WWF ke-10 berlangsung, Putu mengaku sempat bertemu dengan Fauchon di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Putu bersama Fauchon sepakat isu air jadi salah satu isu pembangunan berkelanjutan yang krusial untuk dicapai.
“Saat saya bertemu dengan Presiden Dewan Air Dunia Tuan Loic Fauchon di Jakarta. Kita menyadari air sendiri berpengaruh dan terpengaruh oleh perubahan iklim,” kata Putu Rudana di Nusa Dua, Bali, Senin, 20 Mei 2024
Menurut Putu, parlemen Indonesia melalui DPR membuat terobosan sebagai pejuang air atau warrior on water seperti yang disampaikan Loic Fauchon. Langkah DPR itu dengan membentuk Kaukus Air DPR RI atau DPR RI Water Caucus.
Putu sebagai salah satu inisiator menaruh harapan agar Kaukus Air DPR RI ini bisa ada sepanjang masa untuk buktikan komitmennya terhadap pejuang air. Kata dia, ke depan juga diperlukan teknologi untuk wujudkan air bersih bagi masyarakat.
“Dari parlemen, kita sangat peduli dengan isu air. Dan, ini jadi komitmen kita dalam forum atau kegiatan sidang yang berkelanjutan. Kalau World Water Forum kan seminggu, tapi kalau kaukus ini mudah-mudahan bisa terus sepanjang masa," jelas Putu.
Dia berharap Kaukus Air yang diprakarsai DPR bisa terus hadir memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya akses terhadap air bersih.
"Masa depan manajemen teknologi dan kaukus sebagai warrior on water,” jelas Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu.
Maka itu, dia menuturkan isu air tak bisa dianggap remeh. Apalagi, kata Putu, kaitannya dengan tantangan global yang saat ini dihadapi dalam hal perubahan iklim.
Menurut dia, dari data World Resources Institute (WRI) Aqueduct Water Risk Atlas, ditemukan ada 25 negara-seperempat dari populasi dunia-terekspos pada tingkat water stress yang tinggi secara menahun.
“Sekitar 4 miliar penduduk, terancam kelangkaan air sedikitnya sebulan sekali per tahun. Pada 2050, angka tersebut dapat meningkat ke 60% dari penduduk global," tutur legislator asal Bali tersebut.
Lebih lanjut, dia menyebut di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, NTB, hingga Tanimbu (Maluku), pada 2030 nanti diperkirakan mengalami kelangkaan air dari tinggi hingga sangat tinggi.
"Tantangan terkait water stress ini berlipat, tidak hanya dari perubahan iklim, tetapi juga akibat konflik dan peperangan,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI itu.
Pun, dia berpandangan dengan merujuk data Sustainable Development Goals atau SDGs 2023 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa masih mencatat miliaran penduduk yang mengalami kekurangan akses ke air minum layak (aman), sanitasi dan higienitas. Adapun di Indonesia, cakupan layanan air minum berada di 91,05 persen dengan target pemerintah 100 persen pada 2024.
“Tetapi akses air minum perpipaan, menurut data Perpamsi baru 19,74% (2023). Sisanya adalah akses air minum dari sumber lain seperti galon, air permukaan hingga air tanah. Tentu tanpa pengelolaan atau penyaringan memadai, potensi pencemaran bakteri e-coli sangat tinggi,” jelas dia.
Putu menyebut berbagai masyarakat dunia tentu punya kearifan-kearifan lokal. Kata dia, hal itu menarik bagi parlemen untuk kemudian mengetahuinya lebih luas dan berbagi praktik-praktik tersebut.
Menurut dia, untuk Bali, kearifan lokalnya adalah konsep Tri Hita Karana, konsep Hari Nyepi, dan sistem irigasi SUBAK dengan jaga kesinambungan baik danau, sungai maupun springs atau mata air.
Dia berujar untuk Bali dan di Indonesia, Tanah Air juga memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air yang disebut TIRTA.
"Jadi, sejak dahulu, Bali memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air. Indonesia juga memiliki penghormatan yang sama tinggi antara daratan dan sumber air, yaitu dengan menyebut negeri kita sebagai Tanah Air,” ujarnya.
Adapun salah satu tujuan WWF 2024 di Indonesia adalah sebagai tonggak percepatan target SGDs yaitu akses air bersih dan sanitasi layak. Dengan begitu, besar harapan event internasional ini bisa mendorong pelaku kepentingan untuk saling berkolaborasi dalam mencari solusi atas permasalahan air dunia.
"Bali sebagai tuan rumah World Water Forum 2024 juga diharapkan dapat mendorong lebih banyak inovasi. Terutama inovasi dalam teknologi pengelolaan air berkelanjutan," tuturnya.
"Mengingat, Bali sendiri merupakan percontohan pengelolaan air, yakni sistem Subak sebagai salah satu kekayaan warisan dunia yang telah diakui UNESCO," ujarnya.